Kiai Ali Ma'shum Dipukul Saat Berdakwah, Ini Faktanya
Para tokoh terkemuka kerap mendapat pujian dan dielu-elukan. Namun, tak sedikit pula yang mengalami kekerasan dari publik. Mereka adalah orang-orang yang semula mengaguminya, yang kemudian kecewa.
Bagaimana dengan yang pernah dialami KH Ali Ma'shum, (almaghfurlah), Pengasuh Pesantren Al-Munawwir Jogjakarta.
KH Ali Ma'shum (lahir di Lasem, Rembang, 2 Maret 1915 – wafat di Jogyakarta, 7 Desember 1989 pada umur 74 tahun) adalah Rais Aam Syuriyah PB Nahdlatul Ulama periode 1980 - 1984. Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
KH Abdul Karim Ahmad, Pengasuh Pesantren Al-Qur’aniyy Solo, menuturkan kisah berikut:
Suatu ketika, KH Ali Maksum (Allah yarham), pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta tengah menyampaikan ceramah pada sebuah acara peringatan haul. Di tengah ia ceramah, tiba-tiba muncul orang yang membawa sesuatu yang dibungkus kain surban berwarna putih, naik ke atas panggung.
Secara cepat pula, orang tersebut memukulkan benda yang ternyata linggis itu ke Kiai Ali Maksum dengan membabi buta. Kurang jelas, apa motif orang tersebut sehingga berani memukul tokoh yang dihormati tersebut, di depan publik.
Yang terjadi setelah peristiwa pukulan linggis tadi, membuat Kiai Ali jatuh tersungkur dan mengalami luka yang parah. Bahkan, Ketika itu, kiai yang pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU itu mesti opname hampir dua bulan karena luka parah.
Namun, justru di sinilah letak kekuatan Kiai Ali Maksum, usai menerima serangan pukulan linggis. Ketika dirawat di rumah sakit, salah satu santrinya yang kala itu ikut menunggu, KH Abdul Karim, masih ingat pesan yang disampaikan oleh Kiai Ali.
“Beliau berkata : “Kabeh anak-anak ku lan santriku ora keno dendam lan ora keno anyel (semua anakku dan para santriku, tidak boleh dendam dan benci),” kenang kiai yang akrab disapa Gus Karim itu, menirukan ucapan dari sang guru.
Kekuatan yang diperlihatkan KH Ali Maksum, bukanlah kekuatan kebal menerima pukulan linggis, melainkan kekuatan meredam amarah dan kebencian kepada sang pelaku. Kekuatan memaafkan inilah yang lebih "ampuh", daripada sekedar kekuatan fisik.
Teladan sikap memaafkan KH Ali Maksum ini pula, barangkali yang kemudian ikut mengalir dan mengilhami kepada para santrinya, yang termasuk di antaranya yakni KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).
Kisah ini bersumber dari KH Abdul Karim Ahmad, Pengasuh Pesantren Al-Qur’aniyy Solo, 25 November 2016, dikutip dari nu-online.
Advertisement