Kiai Abdurrahman Wahid dan Bill Clinton, Ini Kesan Fachry Ali
Fachry Ali, penuls sejumlah buku, ternyata kesan menarik akan sosok Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid. Meski berbeda asal usul kelompok Islamnya, Fachry Ali berlatar belakang Aceh, Gus Dur orang pesantren dan pemegang otoritas tertinggi di antara kaum santri dalam Nahdlatul Ulama.
Fachry Ali dikenal sebagai pengamat yang kritis terhadap Nahdlatul Ulama dan kaum santri. Namun, ia pun memberikan kesan sangat humanis soal orang-orang pesantren seperti Gus Dur. Berikut contohnya:
Saya lupa event apa yang membuat saya dan Hamzah Haz, waktu itu Ketua Umum DPP PPP, ada di ruang tamu Kemenlu. Menteri Luar Negeri Alwi Shihab datang menemui kami. Lalu, bertiga terlibat perbincangan ‘serius’ —yang anehnya tak menempel dalam ingatan saya tentang apa. Kebersamaan saya dengan Hamzah Haz juga ‘aneh’.
Saya bukan orang partai, apa lagi Suharso Monoarfa pada 2000 itu masih menjadi politisi ‘cilik’. Yang saya ingat, Alwi Shihab ramah dan bersemangat dalam pembicaraan itu.
Ketika musim berganti, saya termasuk yang diundang Menlu baru penggantinya, Hasan Wirayuda, untuk membicarakan strategi politik luar negeri. Kali ini, saya bertemu lagi dengan Alwi Shihab.
Mengingat beberapa pertemuan Presiden Abdurrahman Wahid-Bill Clinton diatur selama Alwi Shihab menjabat Menlu, maka rasa iseng saya keluar ketika bertemu lagi dengan mantan Menlu ini.
Duduk bersisian, saya bertanya kepada Alwi Shihab: ‘Tahukah apa yang dibisiki Kiai Abdurrahman Wahid kepada Bill Clinton di Gedung Putih —yang membuat Clinton tertawa ngakak?’
Alwi memadang kepada saya sejenak. Lalu dia menjawab: ‘Tidak.’
Saya tertawa mendengar jawaban itu. Alwi Shihab tampak penasaran. ‘Apa sih yang dibisiki Gus Dur?’
‘Benar mau tahu?’ Tanya saya menegaskan. ‘Iya dong,’ sambut Alwi. ‘Ok,’ kata saya. ‘Tapi jangan tertawa ya?!’
‘Ok,’ jawab Alwi serius.’
‘Yang dibisiki Kiai Wahid ketelinga Clinton —yang membuat dia tertawa ngakak adalah ...’ Lalu saya diam sambil tersenyum. ‘Apa?’ Alwi Shihab mendesak.
‘Dalam berbisik itu,’ kata saya, Kiai Abdurrahman Wahid bertanya hal sederhana. Yaitu: ‘How is Lewinsky?’
Catatan tentang Fachry Ali:
Fachry Aly, putra kelahiran Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) pada 23 November 1954 ia dipercaya sebagai penasehat Kapolri bidang Sosiologi. Fachry pernah menjabat sebagai Direktur pada Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (LPSEU) Indonesia.
Tulisannya banyak ditemukan di berbagai media, baik jurnal nasional maupun internasional. Pengamat politik Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) ini bahkan pernah menjadi panelis debat calon Gubernur/Wakil Gubernur Aceh pada Maret 2012 lalu.
Tokoh nasional dan pemerhati pesantren ini juga pernah menjadi narasumber seminar memeriahkan Hari Santri Nasional ke lima yang digelar Dinas Pendidikan Dayah Aceh pada 19 Oktober 2019 lalu.
Pengaruh Fachry Ali bagi Aceh sudah dirasakan sejak dulu. Pemimpin Darul Islam (DI) Tentara Islam Indonesia sekaliber Daud Beureueh pun pernah meminjam istilah “meminjam tangan dari luar” yang dipergunakan oleh Fachry Ali, dalam menjalankan gerakannya di Aceh.
Fachry menyelesaikan Master of Arts dalam bidang sejarah (politik) di Departemen of History, Monash University Clayton, Meulborne, Australia pada 1995. Judul tesisnya saat itu adalah “The Revolts of the Nation State Builders: A Comparative Study of the Acehnese Darul Islam and the West Sumatrans PRRI Rebellions (1953-1962).
Advertisement