Kiai Abdullah Salam Dikira Fakir, Ini Kisah Sufi yang Mengagumkan
KH Abdullah Salam (almaghfurlah), Kajen, Pati. Sang tokoh tidak hanya memberikan waktunya untuk santri-santrinya, tapi juga untuk orang-orang awam. Mbah Dullah Salam, panggilan akrabnya, mempunyai pengajian umum rutin untuk kaum pria dan untuk kaum perempuan yang disebut dengan tawadluk sebagai ‘belajar bersana’.
Mereka yang mengaji tidak hanya beliau beri ilmu dan hikmah, tapi juga makan setelah mengaji.
Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji, berbisik-bisik: “Orang sekian banyaknya yang mengaji kok dikasih makan semua, kan kasihan kiai.”
Dan orang ini pun sehabis mengaji menyalami Mbah Dullah dengan salam tempel, bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan mbah Dullah minta untuk diumumkan, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengan beliau sehabis mengaji.
“Cukup bersalaman dalam hati saja!” kata beliau.
Konon orang kaya itu kemudian diajak Mbah Dullah ke rumahnya yang sederhana dan diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah.
“Lihatlah, saya ini kaya!” kata Mbah Dullah kepada tamunya itu.
Memang hanya hamba yang fakir ilaLlah-lah, seperti Mbah Dullah, yang sebenar-benar kaya.
Kisah lain begini. Pernah suatu hari datang menghadap Mbah Dullah, seseorang dari luar daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada Mbah Dullah sambil berkata: “Terimalah ini, mbah, sedekah kami ala kadarnya.”
“Di tempat Sampeyan apa sudah tak ada lagi orang faqir?” tanya Mbah Dullah tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, “kok Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?”
“Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, Mbah; semua sudah saya beri.”
“Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?” tanya Mbah Dullah.
“Ya enggak, Mbah …” jawab si tamu terbata-bata. Belum lagi selesai bicaranya, mbah Dullah sudah menukas dengan suara penuh wibawa: “Kalau begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan. Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!”
Kisah yang beredar tentang ‘sikap kaya’ Mbah Dullah semacam itu sangat banyak dan masyhur di kalangan masyarakat daerahnya.
Mbah Dullah ‘memiliki’, di samping pesantren, madrasah yang didirikan bersama rekan-rekannya para kiai setempat. Madrasah ini sangat terkenal dan berpengaruh; termasuk –kalau tidak satu-satunya— madrasah yang benar-benar mandiri dengan pengertian yang sesungguhnya dalam segala hal.
*) Kisah ini dipetik dari kesaksian Gus Mus.