Khudlori Menolak Jenazah Covid, Khudlori Divonis 3,5 Bulan
Menolak jenazah COVID-19, bisa berakhir di penjara. Itulah yang dialami Khudlori, seorang warga Banyumas, Jawa Tengah.
Majelis Hakim PN Banyumas menjatuhkan vonis 3 bulan 15 hari dan denda Rp500 ribu Khudlori karena menolak pemakaman jenazah pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di daerahnya.
Sidang dengan agenda pembacaan putusan yang dipimpin Hakim Ketua Ardhianti Prihastuti serta Hakim Anggota Randi Jastian Afandi dan Suryo Negoro di Ruang Sidang I PN Banyumas, Kamis, digelar secara daring melalui konferensi video.
Terdakwa Khudlori mengikuti sidang dari Ruang Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banyumas di Purwokerto. Sedang Jaksa Penuntut Umum Dimas Sigit Tanugraha di Kejaksaan Negeri Banyumas, dan penasihat hukum terdakwa, yakni Sarjono di PN Banyumas.
Saat membacakan putusan, Hakim Ketua Ardhianti Prihastuti menyatakan bahwa terdakwa Khudlori telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Terdakwa dinyatakan melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular seperti yang tercantum dalam dakwaan ketiga.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana 3 bulan 15 hari dan denda Rp500 ribu, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," katanya.
Majelis Hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan tersebut dikurangi dengan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa.
Setelah membacakan putusan, Hakim Ketua Ardhianti Prihastuti mempersilakan terdakwa Khudlori untuk menyampaikan menerima, menolak, atau pikir-pikir atas putusan tersebut.
Menanggapi putusan tersebut, penasihat hukum terdakwa, Sarjono menyatakan pikir-pikir. "Kami akan pikir-pikir dalam waktu tujuh hari," katanya.
Sementara Jaksa Penuntut Umum Dimas Sigit Tanugraha juga menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Saat ditemui wartawan usai sidang, penasihat hukum terdakwa, Sarjono menilai putusan tersebut cukup baik jika dilihat dari sisi kemanusiaan karena lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yakni pidana penjara selama 7 bulan.
"Dari sisi hukum, kami punya waktu tujuh hari untuk pikir-pikir, apakah nanti akan mengadakan upaya hukum lagi, apakah menerima. Kami perlu koordinasi lagi dengan terdakwa yang sekarang di tempat lain, yaitu di Polresta Banyumas," katanya.
Ia mengatakan dakwaan ketiga yang menurut Majelis Hakim terbukti, bagi penasihat hukum tidaklah terbukti, contohnya berdasarkan keterangan saksi, jarak pemakaman dengan balai desa sejauh 100 meter.
"Jarak itu sebenarnya diukur sekitar 20-30 meter. Kenapa terdakwa mengajukan keberatan, karena terlalu dekat dengan permukiman penduduk," katanya.
Perkara penolakan pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 tersebut terjadi pada Selasa 31 Maret, di Desa Kedungwringin, dan selanjutnya dipindahkan ke Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen pada malam harinya.
Tetapi jenazah yang baru dimakamkam di Desa Tumiyang pada Selasa malam, akhirnya dibongkar kembali pada Rabu 1 April, karena ada penolakan dari warga setempat dan desa tetangga, yakni Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok.
Pembongkaran makam tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Banyumas Achmad Husein dan selanjutnya dimakamkan ke desa lainnya.
Polresta Banyumas memecah kasus penolakan pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 itu dalam dua TKP, karena Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja masuk wilayah Kejaksaan Negeri Banyumas dan Pengadilan Negeri Banyumas, sedangkan Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen masuk wilayah Kejari Purwokerto dan PN Purwokerto.
Dalam hal ini, sebanyak empat tersangka dilimpahkan Polresta Banyumas ke Kejari Banyumas, tiga orang di antaranya telah disidangkan di PN Banyumas termasuk yang telah divonis dengan tiga berkas perkara berbeda dan satu orang masih pemberkasan.
Sementara tiga tersangka lainnya telah dilimpahkan ke Kejari Purwokerto dan saat ini masih dalam proses persidangan di PN Purwokerto. (ant/sma)
Advertisement