Lagi, Khofifah Tegaskan Tidak Ada Rekayasa Data Kasus Covid-19
Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa tampik tudingan adanya kejanggalan data positif dan kematian Covid-19. Dia beralasan data tersebut berasal dari laboratorium ke Kemenkes.
Khofifah mengatakan, data kasus Covid-19 di Jatim sudah disajikan secara transparan. Menurutnya, tidak ada pengubahan data yang dilakukan untuk menutupi fakta yang ada di lapangan.
"Insya Allah data Pemprov Jatim ini transparansinya lahir batin, tidak ada sesuatu yang di-engineering," kata Khofifah di Surabaya, Jumat, 30 Juli 2021.
Beberapa waktu belakangan, kata Khofifah, pemerintah provinsi (Pemprov) dan sejumlah kepala daerah di Jatim lainnya merasa menjadi pihak yang dituduh dalam dugaan kejanggalan data Covid-19.
"Seolah-olah Pemprov Jatim ini jadi tertuduh. Atau kepala daerah, gubernur, bupati dan wali kota. Sama sekali tidak ada nuansa bela diri atau apa," ucapnya.
Padahal, lanjut Khofifah, data yang selama ini tercatat dan dipublikasikan Pemprov Jatim adalah data yang bersumber dari sistem New All Record (NAR) Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dalam sistem NAR, tidak ada satupun variabel yang merupakan laporan langsung dari pihaknya ke Kemenkes. Semua data itu merupakan laporan laboratorium PCR dan kabupaten/kota.
"Dalam sistem pelaporan, kami tidak ada apapun yang dilaporkan oleh pemprov atau gubernur, pelaporan itu semuanya bottom up," jelasnya.
Tak hanya itu, Khofifah juga menampik dugaan upaya melakukan koordinasi dengan laboraturium untuk menekan angka kasus Covid-19. Sebab, seluruh data yang dikumpulkan dilaporkan langsung ke Kemenkes.
"Tidak ada koordinasi dengan pengelola lab, 'eh Gubernur ini yang sekarang saya laporkan berapa'. Jadi, data auto rilisnya dari lab PCR langsung ke NAR," kata dia.
Khofifah pun mengaku sempat tiga kali mengajukan audit data kematian ke Kemenkes. Hal tersebut dilakukanya saat Menkes masih dipegang Terawan Agus Putranto sampai saat dipimpin Budi Gunadi.
Oleh karena itu, Khofifah mengklaim dirinya sebagai kepala daerah yang paling proaktif meminta bantuan audit kepada Tim Kemenkes. Mengingat, audit tidak mungkin dilakukan jika tidak ada permintaan.
"Lalu saya tanyakan (ke Tim Kemenkes). Dokter apa boleh hal yang sama dilakukan di RS-RS lain. Saya sebut RS Hasan Sadikin Bandung, RS dr Sardjito, RS Slamet Riyadi, lalu RSCM?," ujarnya.
"(Dijawab) Bu kami nggak berani melakukan audit tanpa permintaan," lanjut Khofifah.
Advertisement