KH Sya'roni Ahmadi, Ulama Penghafal Al-Quran Wafat
Umat Islam berduka. KH M Sya’roni Ahmadi, Ulama penghafal Al-Quran, wafat pada Selasa, 27 April 2021. Pengasuh Majelis Tafsir Masjid Al-Aqsha Menara Kudus, dikenal teduh dalam memberikan pemahaman kepada umat Islam di daerahnya. Innalillahi wa-inna ilaihi rajiun.
Kiai Sya'roni adalah murid kesayangan KH Bisri Mustofa, ayahanda KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus). Di majelis Tafsir Menara Kudus, Kiai Sya'roni mengkaji Kitab Tafsir Al-Ibriz karya ulama pendiri Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang itu.
Kiai Sya'roni Ahmadi selalu memberikan keteladanan dan nasihat-nasihat kebaikan bagi masyarakat secara luas. Dikenal secara luas berdakwah di Jawa Tengah dan sekitarnya, terakhir sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Bertepatan dengan 15 Ramadhan 1442 H, pada hari yang sama umat Islam pun berduka atas meninggalnya Ketua Lesbumi PBNU H Agus Sunyoto.
Ketokohan KH Sya'roni Ahmadi
KH. Sya’roni terlahir dari keluarga santri, sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang gandrung mengkaji agama, mulai dari Al-Qur’an sampai tauhid, fikih, tasawuf dan sebagainya.
Meskipun berasal dari keluarga dari ekonomi pas-pasan, terbukti beliau rajin mengikuti pengajian-pengajian yang diadakan di kota Kudus dan sekitarnya.
Sosok Kiai Sya’roni kecil termasuk anak yang cerdas. Pada usia 11 tahun sudah hafal kitab Alfiyah Ibnu Malik bahkan hafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-14.
Kiai Sya’roni merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Beliau ditinggalkan ibundanya semenjak kecil tepatnya ketika berusia 8 tahun. Sepeninggal ibunya Kiai Sya’roni di asuh oleh sang ayah. Namun masa ini pun tidak berlangsung lama. Karena menginjak usiannya yang ke 13 tahun, Kyai Sya’roni ditinggal oleh ayahnya.
Pada tingkatan Pendidikan formalnya, Kiai Sya’roni pernah melewati Pendidikan di Madrasah Diniyah Mu’awanah di Madrasah Ma’ahid lama (pada masa KH. Muchit). Sedangkan pada Pendidikan non formalnya, beliau belajar banyak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk belajar Al-Qur’an (menghafal Al-Qur’an) utamanya Qira’ah Sab’ah beliau berguru kepada KH. Arwani Amin Kudus yang mengasuh Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an. Beliau juga sempat berguru kepada KH. Turmudzi, KH. Asnawi, KH. Turaichan Adjuri dan lain-lain.
Kiai Sya’roni banyak dikenal sebagai sosok yang menguasai ilmu agama secara interdisipliner, dalam hal ini Kiai Sya’roni tidak hanya mahir dalam ilmu tafsir, tetapi juga dalam ushul al-fiqh, fikih, mantiq, balaghah dan sebagainya. Dalam hal Al-Qur’an, beliau tidak hanya pandai membacanya namun juga pintar melagukannya bahkan beliau menjadi Dewan Musabaqah Tilawatil al-Qur’an (MTQ) tingkat nasional.
Setelah sekian lama bergumul dengan ilmu dan pengajian-pengajian, Kiai Sya’roni akhirnya menikah pada tahun 1962. Beliau menyunting seorang gadis bernama Afifah. Dari pernikahan itu beliau dianugerahi 8 anak putra, 2 anak laki-laki dan 6 anak perempuan.
Berdakwah di Masjid
Kiai Sya’roni mulai berdakwah di masyarakat dalam usianya yang sangat muda. Dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah ini, Kiai Sya’roni menggunakan dua model. Pertama yakni model Dakwah di Masjid-masjid atau di sebuah rumah warga yang dijadikan tempat untuk mengaji; kedua adalah Pengajian Umum atau Tabligh Akbar.
Metode pertama ini biasanya dipakai dan dikonsumsi oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Pengajian yang dilakukan sudah ditetapkan jadwalnya dan proses pengajarannya pun dilakukan secara berkesinambungan. Sedang model kedua biasanya dipakai untuk berdakwah di luar daerah. Hal ini karena di samping masalah waktu yang tidak memungkinkan untuk berdakwah dengan model pertama juga terkadang karena permintaan dari penduduk setempat.
Dalam melakukan Dakwah Islamiyah, sekitar tahun 1960 sampai 1970-an, Kiai Sya’roni dikenal sebagai tokoh yang sangat keras. Apalagi saat itu adalah masa-masa meruyaknya ideologi komunisme yang dilancarkan PKI.
Gaya ini selalu dipakai Kiai Sya’roni dalam berbagai kesempatan karena keadaan waktu itu mengandaikan demikian. Baik ketika khutbah maupun pengajian umum atau tabligh akbar beliau selalu tampil dengan mengambil hukum yang tegas ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat (waqi’iyyah). Konon, gaya seperti ini sering dipakai KH. Turaikhan dalam berdakwah.
Namun, sekitar periode 1980-an, Kyai Sya’roni mulai banting setir. Gaya dakwah yang selama ini dilakukan dengan nada keras dirubah total dengan memakai gaya yang melunak. Perubahan gaya dalam berdakwah ini dilakukan dengan pendekatan komparatif yakni merujuk kepada pergeseran masyarakat dari waktu ke waktu serta logika kebutuhan masyarakat yang tiap saat berubah. Karena masyarakat dari waktu ke waktu berubah maka metode berdakwah pun mesti berubah.
Perjuangan Politik
Kiai Sya’roni pada zaman penjajahan Belanda sempat terlibat dalam Perang-perang gerilya dalam rangka pengusiran Belanda dari muka bumi Indonesia. Tahun 1965 yakni masa pemberontakan PKI Kiai Sya’roni juga merupakan salah seorang yang menjadi target operasi yang dilakukan oleh PKI. Hal ini karena Kiai Sya’roni merupakan sosok yang rajin berkampanye dan membuat pengajian-pengajian. Kiai Sya’roni dengan tegas menolak ideologi komunisme PKI.
Dalam konteks kepartaian, pada tahun 1955-an Kiai Sya’roni merupakan sosok yang rajin berkampanye untuk Partai NU. Sampai dengan tahun 1970-an Kiai Sya’roni juga sering terlibat aktif dalam Partai NU sampai akhirnya NU mengambil keputusan kembali ke Khittah 1926 dalam Muktamar Situbondo tahun 1984. Dan beliau merupakan orang NU yang mendukung kembali khittah NU 1926. Adapun pasca khittah NU Kiai Sya’roni juga sempat terlibat di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun beliau hanya bermain di belakang layar dan tidak berada di garis struktural kepartaian. Beliau cenderung mengambil posisi netral.
Langkah ini menjadikan Kiai Sya’roni mampu diterima oleh semua kalangan. Hubungan dengan Pemerintah Daerah yang waktu itu didominasi oleh Golkar tetap terjaga dengan baik. Ditambah lagi dengan pembawaan beliau yang lunak dan halus. Baliau juga sangat menghindari kepentingan Partai dalam setiap pengajian yang dilakukan.
Kegiatan kultural Kiai Sya’roni pun tetap berjalan dengan baik. Bahkan beliau menjadi sosok yang disegani, baik oleh Pemerintah Daerah maupun kelompok-kelompok yang lain.
Advertisement