Silatnas Alumni PP Assiddiqiyah, Tak Ada Yang Jadi Koruptor
Kerinduan alumni santri Pondok Pesantren Assiddiqiyah terobati melalui silaturahmi nasional (Silatnas) yang berlangsung di Pondok Pesantren Assiddiqiyah pusat, Kedoya Kebun Jeruk Jakarta Barat, Minggu 8 Maret 2020.
Silatnas ini bertepan dengan milad ke-35 Pondok Pesatren Assiddiqiyah serta grand launching koperasi Mambaul Rizky Investama & Simari Mobile dan sosialisasi Gemarikan (gemar makan ikan).
Ini menandakan Pondok Pesantren Assiddiqiyah tidak hanya bergerak di bidang pendidikan tapi juga bicara tentang ekonomi keumatan.
Pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Assiddiqiyah, KH Nur Muhammad Iskandar mengatakan, alumni santri Assidiqiyah di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 16.000 orang.
Mereka tersebar di mana-mana dan menjadi berbagai profesi. Ada yang menjadi dosen, guru, kiai, pejabat pemerintah, politisi, pedagang dan diplomat.
"Alhamdulillah, tidak ada alumni santri Assiddqiyah yang menjadi bromocorah, perampok dan koruptor. Itulah kelebihannya belajar di pondok pesantren, dapat dunia akherat," kata KH Nur Muhammad, kepada ngopibareng.id di Ponpes Assiddiqiyah Jakarta, Minggu 8 Maret 2020.
Pondok Pesantren yang didirikan oleh kiai asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini sekarang berkembang menjadi 12 cabang. Antara lain Assiddiqiyah Batuceper Tangerang, Karawang, Bogor dan Lampung. Sebagian besar didirikan dan diasuh oleh almuni Assiddiqiyah.
Meskipun terpisah di beberapa daerah, Assiddiqiyah menganut 'mazhab' yang sama yakni Islam moderat, ahlusunnah wal jamaah. Berilmu, beriman, berahlak mulia dan berbakti pada bangsa dan negara.
"Sampean pernah dengar ada almuni Assiddiqiyah yang menjadi teroris, terpapar radikal, tidak ada kan," ujarnya.
Kata Kiai Nur, menghadapi dunia yang penuh dengan ketidakpastian, sulit dibedakan antara kawan dan lawan.
"Umat Islam harus menjadi penyejuk, pembawa damai. Bukan zamannya kekerasan dilawan dengan kekerasan. Tapi umat Islam jangan sampai kehilangan harga diri," kata Kiai Nur.
Alumni pertama Assidiqiyah, Ahmad Sudrajat menuturkan, sesama alumni terikat oleh tali silaturahmi yang cukup kuat. Meskipun mempunyai latar belakang berbeda, mereka tetap dalam satu ikatan keluarga besar, yang mempunyai komitmen untuk memajukan almamater.
"Kami mendapat tempat dan kepercayaan di masyarakat karena Assiddiqiyah," kata Ketua Lazisnu PBNU tersebut.
Alumni yang lain, Ustadah Afifah menganggap, silatnas ini seperti pulang ke rumah sendiri untuk melepas kangen. Bisa ketemu para kiai, guru, sesama santri dan bisa foto bareng.
"Menyenangkan, kalau dulu di pondok setiap hari harus diskusi soal kitab dan pengetahuan umum sekarang yang didiskusikan momongan," kata alumni yang sekarang menjadi salah satu pengajar di lembaga pendidikan Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng Jakarta Pusat.
Advertisement