Radikalisme, Wapres: MUI Pusat dan Daerah Sinkron Moderat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai wadah silaturahmi pimpinan ormas dan kelembagaan Islam di Indonesia, merupakan intermediate structure (penghubung) antara organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan pemerintah, pun dengan antar umat beragama.
Oleh karena itu, MUI harus menerapkan pola pikir wasathy (moderat) dalam menjalankan tugas sehari-hari agar tidak terjadi paham yang berat sebelah dalam melaksanakan tugasnya.
"Intinya pertama tentang cara berpikir MUI ini apa? Kriteria yang kita pakai, kita sudah sepakat menggunakan cara berpikir wasathy. Tidak terlalu lemah, tidak terlalu berlebihan, tapi tengah, wasathy." Hal itu ditegaskan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin selaku Ketua Dewan Pertimbangan MUI dalam Rapat Pimpinan Dewan Pertimbangan MUI yang selenggarakan di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Senin 29 Maret 2021.
Wapres menyampaikan, di Indonesia masyarakatnya yang majemuk, MUI harus dapat mengawal agar tidak berkembang paham radikalisme melalui penerapan pola pikir wasathy yang juga tertera dalam manhaj (kaidah-kaidah) MUI.
Sehingga ke depan, MUI dapat membantu pemerintah untuk melindungi negara, agama, dan umat. “Menjaga agama, menjaga negara, menjaga umat. Tiga himayat (perlindungan),” tutur wapres.
Disebuatkan supaya negara tidak terintervensi. Umat supaya menjadi mandiri. Kemudian juga agama ini supaya menjadi kuat, jangan menjadi lemah pesannya.
Maka dalam jangka panjang, apabila terjadi perilaku menyimpang di masyarakat, menurut wapres, hal tersebut tidak langsung dialamatkan kepada suatu agama atau kepercayaan tertentu. “Kita melihat ada gejala-gejala sehingga berkembangnya radikalisme yang sering dialamatkan kepada umat. Ini kita harus menjaga betul bahwa setiap tindakan yang menyimpang daripada itu adalah hal-hal yang diluar dan itu tidak ada hubungannya dengan agama, dengan Islam,” ujarnya.
Wapres menekankan pentingnya dilakukan evaluasi kinerja dan harmonisasi hubungan antara MUI pusat dan daerah, agar seluruh kebijakan MUI dapat didiseminasikan secara satu suara baik di pusat maupun daerah.
“Kalau sampai MUI daerah dan pusat tabrakan, tidak boleh terjadi, baik sikap-sikap politik dan ekonomi. Karena semuanya itu ada putusan-putusannya yang sudah harus dipatuhi yang harus dilaksanakan,” tandasnya.
Sejalan dengan wapres, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Jimly Asshiddiqie meyakini pentingnya penerapan paham wasathy di Indonesia. Ia pun mengusulkan agar dilakukan pembahasan mengenai peran MUI dalam menjaga keharmonisan antar umat beragama dalam rapat pimpinan ini.
“Tentunya dengan hubungan umat beragama lain. Karena sedang dibutuhkan persepsi umat Islam dengan umat lain. Apalagi baru ada bom ini, bagaimana hubungan dengan umat lain. Ini penting dibicarakan,” kata Jimly mengingatkan.
Terkait posisi MUI sebagai intermediate structure, Jimly memandang posisi netral MUI diperlukan dalam menjadi jembatan antara pemerintah dengan organisasi massa dan umat antar agama. Untuk itu, diperlukan evaluasi kinerja MUI agar ke depan pelayanan yang diberikan dapat terus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman yang terjadi.
“Jadi saya rasa perlu juga ini kita bicarakan di Dewan Pertimbangan bagaimana caranya. Karena hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten/kota ini kan perlu dievaluasi baiknya bagaimana ke depan. Karena banyak tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi,” ujar Jimly.
Advertisement