4 Golongan Orang Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan, Ini Kewajibannya
Bulan suci Ramadhan masih berlangsung. Di bulan yang penuh berkah ini orang berlomba-lomba mengerjakan amal kebajikan. Mulai dari melaksanakan ibadah wajib berpuasa. Hingga ibadah sunah seperti bersedekah.
Sayangnya ada beberapa hal menyebabkan seseorang tidak dapat berpuasa sebulan penuh. Siapa saja mereka? Apa kewajiban bagi mereka yang tidak berpuasa? Berikut penjelasannya.
Ngopibareng.id menanyakan perihal tersebut kepada seseorang yang ahli di bidangnya. Adalah KH. Ma’ruf Khozin, Ketua Pengurus Wilayah Aswaja NU Center Jawa Timur.
“Kewajiban muslim yang tidak berpuasa harus menjaga kemuliaan Ramadhan itu sendiri. Artinya tidak boleh menampakkan jika dirinya tidak berpuasa di hadapan orang lain. Ini berdasarkan pendapat ulama syafi’iyah,” kata KH. Ma’ruf Khozin.
KH. Ma’ruf Khozin lantas memberi perumpaan. Misalnya istri yang haid, dia tidak boleh makan dan minum di depan suami dan anaknya. Sementara, ibadah puasa di bulan ramadhan hukumnya wajib seperti salat fardu. Karenanya bagi yang tidak berpuasa wajib pula mengganti sesuai jumlah hari dia tidak berpuasa.
KH. Ma’ruf Khozin kemudian menjelaskan golongan orang yang diperbolehkan tidak berpuasa. Pertama, orang tua renta yang sudah pikun. Bisa pula orang tua yang sehari-hari makannya tidak bisa jika lebih dari empat jam.
Kedua, ibu hamil dan menyusui. Ketiga, orang dalam perjalanan jauh (musafir) dengan syarat perjalanannya sejauh 90 kilometer dan melelahkan. Keempat, perempuan yang berhalangan karena haid.
“Maksudnya melakukan perjalanan melelahkan itu misal naik kendaraan umum tapi berjubel dan kepanasan. Karena membawa barang banyak juga akhirnya kelelahan. Tapi kalau jaraknya jauh seperti Jakarta-Surabaya naik pesawat ya harus tetap berpuasa, kan tidak terasa itu,” tegas KH. Ma’ruf Khozin.
Lalu apa saja kewajiban lainnya bagi mereka? KH. Ma’ruf Khozin memaparkan bagi golongan pertama diwajibkan membayar fidyah. Perharinya fidiah yang dibayarkan berupa 6 ons beras beserta lauknya.
"Fidiah ini mudahnya bisa diganti nasi lengkap dengan lauk-pauknya per hari tiga kali. Atau dibayarkan dalam bentuk uang sejumlah Rp 30.000 per harinya," terangnya.
Bagi golongan kedua, dilihat terlebih dulu motif ibu hamil dan menyusui itu tidak berpuasa. Jika karena khawatir dirinya lemah, mengganti puasanya dengan mengqadha. Hukum ini juga berlaku bagi ibu yang alasannya khawatir dia dan anaknya lemah kalau berpuasa.
Namun, jika ibu tersebut merasa mampu dan kuat berpuasa tetapi takut anaknya tidak, hukumnya membayar fidiah dan mengqadha.
Penggantian puasa dengan mengqadha dan membayar fidiah boleh dilakukan dengan cara mencicil. Tentunya sebelum hadirnya Ramadhan tahun depan.
Lantas bagaimana jika depan dan mungkin depannya lagi masih hamil dan menyusui? Terlebih belum bisa mengganti puasa dengan cara mengqadha?
KH. Ma’ruf Khozin membeberkan menurut pendapat Ibnu Umar cukup membayar fidhiyah saja. Namun, menurut KH. Ma’ruf Khozin sendiri orang tersebut alangkah baiknya tetap mengqadha puasa.
“Saya pernah ditanya hal tersebut, bagaimana jika tetap hamil dan menyusui di dua atau tiga tahun berturut-turut. Ada sahabat yang menyarankan membayar fidiah, tapi kalau saya pribadi menyarankan tetap mengqadha. Puasa itu bagus untuk kesehatan, menahan emosi dan tensi,” tutup KH. Ma’ruf Khozin.
Advertisement