Keutamaan Sifat Tawadhu, Rasulullah SAW: Allah Taala yang Meninggikan
Keutamaan Sifat Tawadhu
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).
Beberapa Pelajaran yang terdapat dalam Hadits:
1- Yang dimaksudkan di sini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah Ta'ala pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia.
Sedangkan di akhirat, Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142).
2- Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam. Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam melakukan pekerjaan rendahan, membantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa 'alaihis salam ditunjukkan dalam perkataannya,
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam: 32). Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.
3- Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqon: 63).
Yang dimaksud
“يمشون على الأرض هوناً ”
adalah mereka berjalan di muka bumi dalam keadaan tenang dan penuh kewibawaan. Lalu maksud firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
“وإذا خاطبهم الجاهلون “,
yaitu ketika mereka diajak berbicara orang yang jahil yaitu dengan perkataan yang tidak menyenangkan. Hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang beriman membalasnya dengan
“سلاماً “,
yaitu perkataan yang selamat dari dosa. (Aysarut Tafasir, 874).
Kata Ibnu Katsir rahimahullah,
فأما هؤلاء فإنهم يمشون من غير استكبار ولا مرح، ولا أشر ولا بطر،
“Adapun mereka berjalan tidak dengan sifat angkuh dan sombong.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,10/319).
Dalam tafsir Al Jalalain (365) disebutkan,
{ الذين يَمْشُونَ على الأرض هَوْناً } أي بسكينة وتواضع
Mereka -ibadurrahman- berjalan di muka bumi dalam keadaan ‘hawna’ yaitu dalam keadaan tenang dan tawadhu’.
Yang dimaksud berjalan dalam keadaan ‘hawnan’ menurut Mujahid adalah,
يمشون بالوقار والسكينة
“Berjalan dengan penuh kewibawaan dan ketenangan.” (Zaadul Masiir, 6/101).
Tema Hadits yang Berkaitan dengan Al-Qur'an :
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqon: 63)
Demikian wallahu a'lam. Semoga bermanfaat. Amiin.