Keunggulan Akal, Lalu Mengkaji 'Ulum al-Awail
Suatu malam, KH Husein Muhammad memberi materi untuk mengaji masalah ini, Keunggulan akal. "Mungkin akan banyak yang tidak setuju," gumamnya. Begini yang disampaikan:
Imam al Ghazali dalam bukunya "Al Tibr al Masbuk" menyampaikan quote indah :
قال النبي : ما قسم الله لعباده خيرا من العقل، ونوم العاقل خير من عبادة الجاهل . والعاقل المفطر خير الجاهل الصاءم وضحك العاقل خير من بكاء الجاهل (الامام الغزالی. التبر المسبوك ، ص ١٢٠)
"Nabi mengatakan : Allah tidak membagi kepada hamba-hamba-Nya, sesuatu yang terbaik kecuali akal. Tidurnya orang yang berakal lebih baik daripada ibadah (ritual) nya orang bodoh. Orang yang berakal yang tidak puasa lebih baik daripada puasanya orang bodoh. Ketawanya orang yang berakal lebih baik daripada menangisnya orang bodoh."
Seorang penyair menulis hal ini dalam puisinya :
وَأَفْضَلُ قَسْمِ اللهِ لِلْمَرْءِ عَقْلُهُ
فَلَيْسَ مِنَ الخَيْرَاتِ شَيْءٌ يُقَارِبُهْ
إِذَا أَكْمَلَ الرَّحْمَنُ لِلْمَرْءِ عَقْلَهُ
فَقَدْ كَمُلَتْ أَخْلاقُهُ وَمَآرِبُهْ
Anugerah Tuhan paling utama adalah akalbudi
Tak ada hal-hal baik yang mendekati anugerah akalbudi
Jika Tuhan menganugerahi seseorang akalbudi kepada seseorang
Maka dia manusia ideal.
Mengkaji 'Ulum al-Awail (Ilmu Kuno)
‘Ulûm al-Awâil secara literal bermakna ilmu-ilmu awal, klasik, kuno atau ilmu-ilmu sebelum Islam. Tetapi istilah ini sering atau selalu dimaksudkan sebagai ilmu-ilmu yang dihasilkan dan diproduksi oleh kebudayaan Yunani melalui para filosofnya, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Galenus, Hippocritus, dan para filsuf Yunani fase akhir, semacam Plotinus, para pengikutnya : Porphyry, Proclos dan lain-lain.
Akan tetapi ia bisa juga meliputi ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh kebudayaan India, Persia dan Cina.
Banyak orang bertanya bagaimana hukumnya jika orang Islam mempelajari dan mengajarkan ‘Ulûm al-Awâil?
Bolehkah atau haramkah? Jawaban atas pertanyaan ini pernah diperdebatkan dengan sengit di kalangan ulama dan aktivis Islam. Pertanyaan awal yang biasa diajukan adalah bagaimana mempelajari ilmu mantiq (logika) dan filsafat?, dua basis seluruh pengetahuan.
Bagaimana pula menggunakan terma-terma keduanya?
Mayoritas (jika tidak semua ahli hadits, terhadap pertanyaan pertama, mengatakan: “Mantiq (logika Arsitotelian) adalah pintu masuk Filsafat dan keburukan (al-Syarr). Mempelajari dan mengajarkannya merupakan bagian dari yang tidak dibenarkan Tuhan. Tak seorangpun dari kalangan sahabat Nabi, para penerusnya (Tabi’in), para mujtahid besar, generasi “salaf” yang saleh yang membolehkannya”. Terhadap pertanyaan kedua, dia menjawab ;
إستخدام الاصطلاحات المنطقية من المنكرات المستبشعة
Penggunaan istilah-istilah logika termasuk kemunkaran yang buruk.
Sebagian ulama membolehkannya hanya bagi yang sudah mampu memahami al-Qur’ân dan al-Sunnah (Mumaris al-Kitab wa al-Sunnah). Sementara sebagian ulama yang lain, di antaranya Imâm al-Ghazâlî berpendirian membolehkan dan seyogyanya dipelajari kaum muslimin. Imam Al-Ghazâlî bahkan mengatakan:
من لا يحيط بالمنطق لا ثقة بعلومه أصلا
“siapa yang tidak menguasasi ilmu mantiq maka ilmunya tidak bisa dipercaya”.
Ucapan ini telah menimbulkan kemarahan para ulama fundamentalis, terutama ulama ahli hadits, terhadap Imam al-Ghazâlî dan para filsuf muslim yang lain.
Demikian catatan KH Husein Muhammad. Semoga bermanfaat.
Advertisement