Ketum PGRI: PP 49 Tentang P3K Melukai Keadilan Guru Honorer
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Ia menilai, peraturan pemerintah sebagai solusi masalah tenaga honorer, justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.
Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K, seperti diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK dengan memenuhi persyaratan usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi satu tahun sebelum masa pensiun.
"Artinya, semuanya mulai dari fresh graduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ," kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kepada wartawan, Kamis 13 Desember 2018.
"Karena kekurangan guru, kok seolah-olah guru honorer tidak diperhitungkan," ujar Unifah.
PGRI berharap ada Peraturan Menpan-RB yang bisa mengatur secara khusus rekrutmen untuk guru honorer dan tenaga pendidikan honorer yang selama ini sudah mengabdi.
Di aturan Permenpan-Rb itu, ia menyarankan dibuat aturan khusus yang bisa memudahkan guru dan tenaga pendidikan honorer berubah status menjadi P3K.
Menurut Ketua PGRI meskipun ada persamaan antara gaji PNS dan P3K, namun di sisi lain tetap ada perbedaan.
Perbedaan itu antara lain P3K dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang hingga 30 tahun sesuai kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan.
Menggunakan double track, artinya tidak ada pengangkatan PPPK menjadi PNS secara otomatis. Apabila ingin menjadi PNS harus mengikuti jalur tes PNS.
P3K mengisi pos-pos jabatan fungsional seperti auditor, guru atau pustakawan. Mereka bisa masuk dari jalur awal, tengah atau yang tertinggi. Sedangkan PNS mengisi jabatan structural dan dimaksudkan sebagai policy maker, seperti camat, kepala dinas atau dirjen.
PNS memiliki batasan umur pelamar sampai 35 tahun. Sementara, P3K tak menetapkan batasan umur. Sehingga siapapun yang memiliki kompetensi bisa mendaftar.
Sementara itu, Menteri Pendayagunakan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, sebelumnya menghargai pendapat mereka yang mengkritik dan menolak PPP3K.
"Tapi (apabila tenaga honorer masih menolak), silakan saja, enggak apa-apa. Kalau enggak ada P3K, justru rugi dia, mau lewat mana lagi mereka," kata Menpan. (asm).