Ketua Umum PBNU Kagumi Tradisi Keislaman Lokal di Pasuruan
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan tradisi keislaman Nusantara bisa berkembang secara kokoh bukan hanya karena wujud keagamaannya namun karena ulama-ulama Nusantara mampu menjaga syiar yang Harmoni dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Gus Yahya mencontohkan adanya sebuah group ibu-ibu shalawatan dari Nurul Fadilah Rembang, Pasuruan yang rutin menampilkan syair-syair berbahasa Madura yang berisikan dasar-dasar ibadah.
“Kalau kita lihat syair-syair yang disampaikan sederhana dan berisi dasar-dasar ibadah yang diambil dari kitab-kitab ibadah dasar misalnya menerangkan tentang rukun Islam, hukum sesuci juga tentang nazak (sakaratul maut),” kata Gus Yahya usai melihat penampilan ibu-ibu group shalawatan Nurul Fadilah Rembang, Pasuruan, di Pendopo Kabupaten Pasuruan, Kamis, 19 Mei 2022 malam.
Sekadar diketahui, Gus Yahya selama tiga hari melakukan kunjungan ke Jawa Timur. Saat berada di Pendopo Kabupaten Pasuruan; Gus Yahya sangat terkesan dan menikmati hiburan shalawatan Nurul Fadilah.
Di Pasuruan sebuah group Shalawatan berjuluk “Bluk gebluk” karena alat musik yang ditabuh hanya berupa bantal yang dipukul-pukul, kini ngetren dan viral.
Shalawatan bluk-gebluk ini membawakan syair-syair bernuansa Islam, sederhana dan berbahasa Madura. Lirik yang dinyanyikan merupakan syair karangan dari Kiai Zaenal, yang merupakan ulama Pasuruan.
“Ini adalah inisiatif yang brilian dari ulama setempat. Pertama bahwa metode semacam ini adalah strategi yang jitu untuk menanamkan sendi-sendi Islam dalam kehidupan masyarakat sampai ke tingkat yang sangat mendalam dan untuk itu dengan sengaja menjadikan ibu-ibu sebagai ujung tombak dari internalisasi Islam karena ibu-ibu adalah elemen krusial yang sangat berharga,” kata Gus Yahya.
Shalawat bluk-gebluk merupakan karya ulama Nusantara yang dengan telaten menerjemahkan referensi klasik Islam yang aslinya dengan bahasa Arab menjadi bahasa lokal yang mudah diingat dan dinyanyikan ibu-ibu.
“Inisiasi luar biasa dari kiai kita yang memikirkan dengan sangat teliti dan rinci strategi menanamkan nilai Islam dalam masyarakat,” ujar Gus Yahya.
Selain itu, shalawat bluk-gebluk merupakan bentuk keberanian moral yang luar bisa dari ulama untuk melibatkan ibu-ibu. Padahal dalam wacana Islam yang dominan, kaum ibu-ibu cenderung disembunyikan dari publik.
Dalam rujukan Fiqih klasik, kata Gus Yahya, norma Islam yang dominan, sangat mencegah dari exposure perempuan di tengah publik. Tapi kiai lokal Nusantara dengan berani menggunakan ibu-ibu untuk menanamkan nilai Islam meskipun dengan risiko adanya proses exposure.
“Dan ini salah satu contoh kenapa Islam Nusantara berkembang Kokoh bukan hanya wujud keagamaan tapi menjadi Harmoni dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan,” kata Gus Yahya.
Advertisement