Ketua Umum PB IDI: Tingkat Kematian Corona di Bawah TBC dan BBD
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Muhammad Fakih menegaskan, tingkat kematian atau fatalitas virus corona atau Covid-19 tidak sebahaya demam berdarah dengue (DBD) dan tuberkulosis (TBC).
Merujuk laporan World Health Organization (WHO), angka kematian akibat virus corona hanya 2-3 persen, sementara yang sembuh mencapai 97 persen.
“Beda dengan DBD yang jumlah kasusnya 14 ribu dan yang meninggal 100 orang serta TBC yang angka kematiannya 89 ribu dalam satu tahun, tapi tidak banyak media yang mengupas,” ujarnya kepada Ngopibareng.id di Jakarta, Jumat, 13 Maret 2020
Dalam pandangannya kehebohan akibat penyebaran virus corona karena virus Covid-19 ini relatif baru, terlebih lagi WHO sudah menyatakan kasus ini merupakan pandemik global, yang berarti dua pertiga belahan dunia sudah terjangkiti penyakit ini.
Keheboan itu juga dipicu oleh informasi yang simpang siur, sehingga masyarakat menangkapnya berbeda-beda pula.
Sudah sering disampaikan bahwa dampak paling kuat dari virus ini bukan pada aspek kesehatan, melainkan lebih besar terjadi pada aspek sosial, politik, dan ekonomi karena ramai dan viral di media.
"Di Cina bahkan Xi Jinping (Presiden Cina) sudah berkeliling, termasuk ke Wuhan tempat penyebaran pertama kali, karena proses recovery-nya cepat dan tingkat kematian relatif kecil," ujarnya.
Oleh karena itu, IDI mengimbau agar masyarakat tidak terlalu panik dengan penyebaran virus corona.
Dia mengatakan mayoritas penyebab kematian bukan karena virus corona, justru karena penyakit penyerta yang sudah ada pada pasien yang terjangkit virus ini seperti gagal ginjal dan diabetes yang kemudian menjadi semakin berat karena terinfeksi virus ini sehingga menyebabkan kematian.
“Virus ini berkaitan dengan tingkat kekebalan tubuh yang turun sehingga menyebabkan fatalitas kematian,” kata dia.
Lebih lanjut, Faqih mengatakan apabila pasien yang terjangkit virus ini tidak memiliki penyakit penyerta dan kondisi imunitas tubuhnya bagus, maka 97 persen bisa sembuh.
Faqih menambahkan virus ini juga lebih banyak menginfeksi orang berusia lanjut karena daya tahan tubuh yang kian melemah.
"Dengan kondisi dan fakta ini, selayaknya memang kita tetap waspada. Tapi perlu dipahami bahwa kalaupun terjangkit, fatalitas dari virus ini terhitung rendah," kata Faqih.
Oleh karena itu, Faqih mengatakan masyarakat perlu memahami gejala dan pola penyebaran dari virus ini yang masih satu keluarga dengan virus SARS, dan MERS.
“Virus ini hanya bisa hidup bertahan lama kalau masuk ke dalam saluran nafas karena ada reseptor yang bisa menangkap virus ini. Kalau tidak masuk ke saluran nafas, virus ini akan mati,” katanya.
Selain itu, virus corona terdiri dari jaringan lemak sehingga mudah mati dan rusak apabila terkena cairan sabun ataupun cairan disinfektan.
“Jadi, sebetulnya menjaga kebersihan sangat penting agar virus tidak melekat di diri kita,” ujar Faqih.
Selain itu, Faqih juga mengatakan penyebaran virus ini walaupun cepat, namun tidak seperti TBC yang bisa menular melalui udara apabila penderitanya batuk dan bersin.
“WHO belum mengonfirmasi virus corona melalui udara. Jadi penularannya karena percikan langsung atau bisa juga percikannya jatuh di suatu benda dan tersentuh tangan kemudian tangan menyentuh wajah,” kata dia.
Oleh karena itu, pencegahan virus corona menurut Faqih cukup sederhana, yakni dengan meminimalisasi sentuhan tangan ke muka, hidung, mulut, dan mata sebelum mencuci tangan.
"Dengan pola penularan ini, sebenarnya virus corona tidak terlalu ganas, berbeda dengan TBC," kata Faqih.
Menteri Kesehatan, Terawan mengakui keheboan akibat penyebaran virus corona tergolong baru dan belum ditemukan penangkalnya. "Salah cara terkontaminasi corona, jaga pola hidup sehat dan perkuat imunitas dalam tubuh," katanya.