Ketua MPR: Soal GBHN Indonesia Perlu Meniru China
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai jika di Indonesia ramai pro kontra rencana MPR menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara. Sebaliknya, China justru sudah menerapkan model serupa sejak 1953.
Negeri Gingseng itu merumuskan pembangunan nasional jangka pendek, menengah, dan panjangnya melalui lembaga National Development and Reform Commision/NDRC (Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional).
Perencanaan program kerja kementerian serta pemerintah daerah di China juga harus mengacu pada perencanaan yang telah dibuat NDRC. Sehingga menjamin terwujudnya harmoni pembangunan.
"Tak heran jika dalam Kongres Partai Komunis China ke-19 pada Oktober 2017 lalu, sebagai forum yang menentukan kepemimpinan China serta arah pembangunan China. Presiden China Xi Jinping kala itu selama 3 jam lebih berbicara jauh mengenai Visi China hingga tahun 2050.
Tak hanya membahas rencana sosial dan ekonomi, visi China 2050 juga bertekad menjadi super power di sepakbola, ditandai dengan rencana pembentukan 20.000 pusat pelatihan sepakbola dan 70.000 lapangan baru, sehingga bisa melahirkan 50 juta pemain sepak bola profesional. Sebuah rencana kerja yang konkret dan terukur, tak mengawang-awang," ujar Bambang Soesatyo (Bamsoet), usai menerima Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin 20 Januari 2020.
Turut hadir dari MAHUTAMA antara lain Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, Prof. Zaenal Arifin Hoessein, dan Zulhidayat, MH.
Bamsoet mengapresiasi dukungan MAHUTAMA atas rencana kerja MPR melakukan perubahan terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan Haluan Negara. MPR akan memanfaatkan golden time hingga 2023 untuk menyerap aspirasi dari berbagai kalangan lainnya.
"Selain dukungan menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara, PP Muhammadiyah dan MAHUTAMA juga mengusulkan penguatan kedudukan MPR RI dan menghidupkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR RI. Seperti apa penerapannya, apakah bisa dilakukan atau tidak, biarkan mewarnai ruang dialektika publik terlebih dahulu. Sehingga nanti kita bisa menarik benang merah dan mengambil kesimpulan," tutur Bamsoet.
MAHUTAMA juga mengusulkan usulan menarik yang patut dielaoborasi lebih jauh. Usulan tersebut adalah perlunya memberlakukan doktrin Struktur Dasar (basic structure doctrine) dalam konstitusi negara, sebagaimana telah dilakukan di berbagai negara seperti India, Malaysia, dan Singapura.
"Doktrin Struktur Dasar menyangkut ketentuan yang tak dapat diubah, baik oleh MPR RI sendiri maupun oleh Mahkamah Konstitusi. Di UUD NRI 1945, kita hanya mempunyai satu ketentuan yang tak bisa diubah, yakni bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terdapat dalam Pasal 37 ayat 5.
Sedangkan negara seperti India, memiliki 17 doktrin Struktur Dasar seperti Supremasi Konstitusi, Negara Hukum, Prinsip Pemisahan Kekuasaan, Perlindungan HAM, hingga Sistem pemerintahan parlementer," papar Bamsoet.
Advertisement