Ketua MPR RI: Indonesia Kekurangan 130 Ribu Tenaga Dokter
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan, jumlah dokter di Indonesia masih belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, idealnya rasio ketersediaan jumlah dokter adalah satu dokter berbanding 1.000 jumlah penduduk.
"Jumlah penduduk Indonesia saat ini tercatat sekitar 270 juta jiwa. Sedangkan jumlah dokter di Indonesia yang memiliki surat tanda registrasi dan praktik baru sekitar 140.000 dokter. Artinya, jika merujuk standar WHO, kita masih kekurangan sekitar 130.000 dokter," ujar Bamsoet, sapaannya, saat menerima Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia di Jakarta, Rabu 19 Oktober 2022.
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia yang hadir antara lain Abraham Andi Padlan Patarai, Ardiansyah Bahar, Ula Nucwrawaty Usman, Widya Murni, Corrie Mary Milka Inkiriwang, dan Henti Widowati.
Indonesia saat ini dikatakan hanya mampu mencetak tenaga dokter sekitar 12.000 dokter per tahun. Sehingga, untuk memenuhi jumlah dokter sesuai standar WHO diperlukan waktu sekurang-kurangnya 10 tahun. Itu pun dengan catatan, bahwa pertumbuhan penduduk tetap terkendali.
"Jumlah dokter yang belum memadai ini pun, sayangnya harus semakin berkurang. Data dari PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat sebanyak 751 dokter meninggal dunia karena COVID-19. Mereka harus gugur di medan pengabdian, saat berjuang di garda terdepan melawan pandemi COVID-19 yang telah menggerus segenap sektor kehidupan kita selama lebih dari dua tahun," kata Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini mendorong agar pemerintah bisa meningkatkan kualitas rumah sakit serta menurunkan biaya berobat di tanah air. Sehingga, masyarakat Indonesia tidak memilih berobat keluar negeri. Saat ini karena biaya yang lebih murah, alat kesehatan sangat lengkap dan pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia banyak yang memilih berobat ke luar negeri.
"Pemerintah bisa mengkaji agar pajak alat kesehatan tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah. Khususnya, terhadap alat kesehatan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Termasuk mengkaji pajak bahan baku obat, dan beban pembiayaan lainnya yang membuat biaya pengobatan menjadi mahal. Sehingga, dapat meringankan beban operasional rumah sakit yang pada akhirnya meringankan biaya berobat," ujar Bamsoet.
Advertisement