Pemerintah Batalkan Pemberangkatan Haji, Ketua MPR Ingatkan Ini
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memahami langkah pemerintah untuk tidak memberangkatkan calon jemaah haji Indonesia, akibat pandemi covid 19. Namun langkah bertujuan untuk menjaga keselamatan warga, diharapkan tidak menimbulkan permasalahan baru terhadap calon jemaah maupun perusahaan penyelenggara haji dan umroh.
Sehingga, Kementerian Agama diminta segera duduk bersama dengan perusahaan penyelenggara haji dan umroh untuk mencari jalan keluar atas permasalahan teknis yang timbul akibat kebijakan pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia pada tahun 2020 ini..
“Mengingat pemerintah Arab Saudi hingga saat ini belum memberikan kepastian apakah akan menerima jemaah haji atau tidak, sehingga akan menjadi buah simalakama" ujar Bamsoet usai melakukan pertemuan virtual dengan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (AMPHURI), di Jakarta, Jumat 5 Juni 2020.
Jika nantinya pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan tidak menerima jemaah haji, para perusahaan penyelenggara haji dan umroh Indonesia bisa mudah dalam mengajukan refund hotel dan biaya lain yang telah mereka keluarkan untuk para jamaah selama di Mekkah maupun Madinah.
Namun jika nantinya pemerintah Arab Saudi memutuskan tetap menerima jamaah haji,
tentu akan menyulitkan proses refund.
Masalah teknis ini dikatakan akan berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan penyelenggara haji dan umroh, proses pengembalian dana jemaah, maupun hal teknis lainnya. Karena itu Kementerian Agama serta perusahaan penyelenggara haji dan umroh harus duduk bersama mencari solusi terbaik. "Saya juga akan sampaikan ke pimpinan DPR RI agar Komisi VIII DPR RI bisa memfasilitasi pertemuan tersebut,"katanya.
Pemerintah menurutnya perlu mempertimbangkan memberikan stimulus kepada perusahaan penyelenggara haji dan umroh, minimal berupa keringanan pajak. Sebagaimana juga sudah dilakukan pemerintah terhadap kalangan UMKM dan berbagai sektor usaha lainnya yang terdampak pandemi covid-19.
Sebab, perusahaan penyelenggara haji dan umroh tak lagi memberangkatkan jemaah sejak Februari 2020, akibat pemerintah Arab Saudi menutup layanan umroh. Menurutnya, penutupan tersebut bisa jadi hingga akhir tahun 2020 ini. “Kondisi ini tentu memberatkan cash flow perusahaan. Pemerintah perlu hadir agar tak terjadi penutupan perusahaan atau pemutusan hubungan kerja dari perusahaan penyelenggara haji dan umroh," kata Bamsoet.
Dalam diskusi virtual dengan AMPHURI tersebut, Bamsoet juga mencatat keresahan perusahaan penyelenggara haji dan umroh terhadap pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pada Pasal 89 UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) disebutkan, untuk mendapatkan izin menjadi Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan antara lain dimiliki dan dikelola oleh warga negara Indonesia beragama Islam.
Sedangkan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja Paragraf 14 Keagamaan di Pasal 75 tentang pengubahan beberapa ketentuan dalam UU No.8/2019, disebutkan bahwa ketentuan Pasal 89 diubah menjadi 'Untuk mendapatkan Perizinan Berusaha menjadi PPIU, biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah Pusat.'
Adanya frase kalimat 'yang ditetapkan pemerintah pusat' tersebut membuat timbulnya berbagai syakwasangka bahwa ada ruang menghilangkan frase PPIU dimiliki dan dikelola oleh WNI beragama islam, sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 89 UU No.8/2019.
"Akibatnya, para penyelenggara haji dan umroh khawatir kelak urusan haji dan umroh malah dikuasai perusahaan asing. Hal ini tak boleh dibiarkan, karena bisa semakin menghilangkan kedaulatan ekonomi bangsa,” katanya.
Sebaiknya di Omnibus Law dijelaskan saja secara rinci apa persyaratan utamanya. Sehingga, tidak menimbulkan keresahan dan syakwasangka negatif dari berbagai pihak.