Ketua MPR Desak Arab Saudi Kaji Penghentian Umrah Indonesia
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo melalui Liga Muslim Dunia dan Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, meminta kebijaksanaan pemerintah Arab Saudi untuk mempertimbangkan kembali penghentian sementara ibadah umrah bagi jamaah dari Indonesia. Karena sampai saat ini Indonesia masih bersih dari virus corona (Covid-19).
"Berbeda dengan negara lain seperti Malaysia, Thailand, Singapura, India, Pakistan, dan lainnya yang terkena penghentian sementara umrah lantaran di negaranya sudah ditemukan banyak warga yang terkena virus Covid-19, di Indonesia sejauh ini masih bersih. Pelarangan tersebut akan membuat sedih para jamaah Indonesia yang setiap tahunnya tak kurang dari 1 juta jamaah melakukan ibadah umrah," ujar Bamsoet saat menerima kunjungan Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia (Rabithah Al Alam Al Islami), H.E. Mr. Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al Issa, di Gedung MPR RI, Jakarta, Kamis 27 Februari 2020.
Turut hadir dari jajaran Liga Muslim Dunia antara lain Deputy Secretary General for International Relations Mr. Mohammed Saeed Almajdoui, General Advisor to the Secretary General Mr. Osamah Jibran Alqahtani, Director World Moslem League Office in Jakarta Fahad Mohammed Alharbi.
Hadir pula Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia H.E. Mr. Essam bin Abed Al-Thaqafi. Sedangkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo didampingi para Wakil Ketua MPR RI, antara lain Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Syarief Hasan dan Hidayat Nur Wahid (F-PKS).
Menanggapi permintaan Ketua MPR tersebut, Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia H.E. Mr. Essam bin Abed Al-Thaqaf, berjanji akan menyampaikan ke Pemetintah Arab Saudi. "Yang terkena larangan ini seluruh dunia, bukan hanya Indonesia," kata Dubes Arab Saudi untuk Indonesia.
Menurut Essam penghentian sementara ibadah umrah bagi negara lain di luar Arab Saudi untuk melindungi penduduk Arab Saudi dan negara lain tertuluar virus corona yang menjadi perhatian dunia, tidak ada motivasi lain.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua MPR juga menyoroti diskriminasi yang memancing kerusuhan sosial yang terjadi di India akibat pemberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan (Citizenship Amandement Act) yang baru saja disahkan India pada Desember 2019.
Kerusuhan yang sudah menelan 24 warga meninggal dan 200 orang luka-luka ini terjadi lantaran melalui UU tersebut, pemerintah India akan memberikan kewarganegaraan kepada imigran dari tiga negara tetangganya, yakni Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Namun kebijakan tersebut tak berlaku bagi imigran yang beragama Islam.
"Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap India yang merupakan sahabat baik Indonesia sejak zaman awal Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1945, kita memahami pembuatan Undang-Undang merupakan hak kedaulatan suatu negara," ujar Bamsoet.
"Namun bilamana ada diskriminasi terhadap pemeluk agama yang bisa memancing konflik, bukan hanya di negara yang bersangkutan, melainkan bisa melebar ke berbagai penduduk muslim di negara lain, sudah menjadi kewajaran jika Indonesia turut mengingatkan. Karena sahabat yang baik, adalah sahabat yang mau berbagi pandangan, saling mengingatkan dan saling menguatkan," tambah Bamsoet.