Ketua MPR: Deklarasi Benny Wenda Makar, Harus Ditindak Tegas
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan deklarasi kemerdekaan Papua Barat oleh pimpinan Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat, Benny Wenda, merupakan Tindakan Makar.
Wenda yang juga memproklamirkan dirinya sebagai Presiden Sementara Papua Barat, merupakan tindakan agitasi dan propaganda yang tak lain bertujuan memecah belah bangsa Indonesia.
"Benny Wenda dan para pengikutnya dengan sangat jelas telah melakukan tindakan makar, karenanya pemerintah harus mengambil tindakan penegakan hukum yang tegas," kata Bamsoet.
Politisi Partai Golkar itu juga mempersilakan pemerintah menggunakan alat negara dan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengambil tindakan tegas dan terukur untuk mengamankan kedaulatan NKRI dan marwah bangsa Indonesia.
"Benny Wenda tak lagi berstatus warga negara Indonesia (WNI). Ia tidak memiliki kewarganegaraan. Ia hanya memiliki izin tinggal dari pemerintah Inggris. Aktivitas separatisnya pun dijalankan dari Kota Oxford, Inggris. Karenanya, Kementerian Luar Negeri Indonesia harus segera memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia guna menjelaskan posisi pemerintahan Inggris terkait isu Papua dan aktivitas Benny Wenda di Inggris," ujar Bamsoet dalam Konferensi Pers bersama Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, TNI-Polri, dan Badan Intelijen Negara, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis 3 Desember 2020.
Turut hadir antara lain Menko Polhukam Mahfud MD, Mendagri Jenderal (purn) Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wakapolri Irjen Gatot Eddy, Waka BIN Letjen TNI (purn) Teddy Lhaksmana Widya, dan Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi MPR RI untuk Papua (MPR RI For Papua) Yorrys Raweyai.
Ketua MPR menjelaskan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai hukum dasar/konstitusi negara menegaskan, negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1), Pasal 18 Ayat (1), Pasal 18B Ayat (2), Pasal 25A, dan Pasal 37 Ayat (5). Segala bentuk pernyataan yang merongrong dan menegasikan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah pengingkaran terhadap amanat konstitusi.
"Menurut Pasal 106 KUHP, makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara selama lamanya dua puluh tahun. Pasal 87 KUHP menegaskan, dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan apabila niat untuk itu telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan," jelas Bamsoet.
Negara Ilusi
Menko Polhukam Mahfud MD menerangkan, tindakan Benny Wenda tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional. Antara lain tidak memiliki rakyat yang mengakui, bahkan masyarakat di Papua Barat saja menolak klaim kemerdekaan Benny Wenda.
Selain itu, juga tak memiliki wilayah, karena dunia internasional hanya mengakui daerah Papua berada dalam bingkai NKRI. Serta tidak adanya pengakuan dari negara lain.
"Benny Wenda hanya menciptakan negara ilusi. Berdasarkan Referendum pada 1969, yang kemudian disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), daerah Papua merupakan bagian dari NKRI. PBB juga tidak memasukkan Papua dalam daftar Special Committee on Decolonization (C-24), sebagai wilayah yang berhak membangun pemerintahan baru atau merdeka," terang Mahfud MD.
Sementara itu, Wakapolri Irjen (Pol) Gatot Eddy memastikan institusi kepolisian akan menindak tegas siapa pun dan dari kelompok mana pun yang berbuat makar maupun mengganggu kondusifitas sosial dan keamanan di Papua. Penindakan hukum akan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Siapa pun, kelompok mana pun yang mengikuti Benny Wenda ingin memisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kita akan melakukan tindakan tegas. Siapa pun dia, kelompok apa pun dia, kita tidak pandang bulu. Kita ingin menunjukkan bahwa negara kita ini adalah negara hukum dan Papua adalah Indonesia," kata Gatot.
Advertisement