Ketua MPR: Aparat Penegak Hukum Jangan Seenaknya Memeriksa Tenaga Medis
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengingatkan aparat penegak hukum agar tidak serta merta melakukan pemeriksaan hukum kepada tenaga medis atau tenaga kesehatan, sebelum ada rekomendasi dari Majelis.
Dalam hal ini bisa dilakukan melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesian (MKDKI), sambil pemerintah menyusun aturan turunan bentuk dari Majelis yang diamanatkan dalam UU No. 17/2023 tentang Kesehatan.
Pasal 308 ayat 1 UU No. 17/2023 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa tenaga medis atau tenaga kesehatan yang diduga melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304.
"Begitu pun dalam pasal 308 ayat 2, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang dimintai pertanggungjawaban atas tindakan/perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merugikan pasien secara perdata, harus dimintakan rekomendasi dari Majelis sebagaimana dimaksud dalam pasal 304," ujar Bamsoet, usai menerima Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (PERAPI) di Jakarta, Kamis 11 Juli 2024.
Hadir antara lain Irene Sakura Rini, Qoory Haly, Fernita Leo, Edy Dwi Martono, Jeremia O Sitorus, Mahatma Mahardika, dan Eka Prasetyo Nabit Musafi.
Ketua MPR itu berharap agar tidak ada lagi kesalahpahaman di lapangan, Mahkamah Agung, Polri, dan Kejaksaan Agung bisa mengeluarkan Surat Edaran kepada masing-masing instansinya terkait prosedur penyelesaian hukum terhadap sengketa medis yang melibatkan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
"Kehadiran UU No. 17/2023 sudah dengan tegas melindungi tenaga kesehatan dan tenaga medis. Apabila dilaporkan oleh pasien karena diduga melakukan tindakan melawan hukum, aparat penegak hukum tidak boleh serta merta melakukan pemeriksaan. Namun harus meminta rekomendasi terlebih dahulu kepada Majelis. Majelis tersebut yang nantinya akan melakukan pemeriksaan lalu memberikan rekomendasi dapat atau tidaknya dilakukan pemeriksaan hukum," jelas Bamsoet.
Selain itu juga diperlukan dukungan dari para advokat yang menjadi kuasa hukum bagi para pihak yang bersengketa. Advokat bisa memberikan nasihat hukum yang konstruktif di dalam proses penegakan hukum terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan.
"Menyerahkan terlebih dahulu sengketa kepada MKDKI bukan berarti tenaga medis dan tenaga kesehatan bisa bebas begitu saja. Sejauh ini, MKDKI sudah profesional menjalankan tugasnya. Putusan inkrah MKDKI perihal pelanggaran non-kompetensi yang diputus bersalah pada 2020-2023, mencatat ada 34 dokter yang diputus melanggar disiplin kedokteran. Terdiri dari 23 dokter spesialis dan 11 dokter umum," ujar Bamsoet.
Ketua MPR Mendukung penyelesaian kasus praktik kedokteran harus mendapat rekomendasi Majelis Kehormatan Disiplin kedokteran Indonesia. Sehingga bila terjadi dugaan pelanggaran bisa ditangani dengan benar oleh ahlinya, supaya tidak menjadi isu liar digoreng ke sana kemari, bahkan ada yang sampai dikriminalkan, karena merasa tidak puas terhadap pelayanan dati tenaga medis.