Ketua DPRD Jadi Pahlawan  #Warga Gresik Tolak Batubara
Fandi Ahmad Yani, Ketua DPRD Kabupaten Gresik, kemarin jadi pahlawan bagi warga tiga Kelurahan masing-masing Kemuteran, Kroman dan Lumpur di Kecamatan Gresik Kota.
Warga dari tiga kelurahan itu sudah bertahun-tahun menghirup debu-debu batubara, akibat beroperasinya pelabuhan bongkar muat batubara yang dikelola PT Gresik Jasatama.
Akibat pelabuhan batubara cuma berjarak 300 meter dari permukiman warga, apabila ada bongkar muat, maka debu-debu halus berterbangan di kawasan permukiman. Membuat genteng rumah warga jadi hitam. Juga lantai rumah, tanaman, lorong-lorong, serta yang menyedihkan, paru-paru warga baik dewasa maupun anak-anak.
Bertahun-tahun kondisi ini dikeluhkan warga, tapi tetap saja pelabuhan batubara itu bergeming. Akhirnya sejak empat bulan lalu, warga tiga kelurahan itu kompak. Mereka mengadu ke DPRD Kabupaten Gresik. Beberapa kali. Dan terakhir kemarin, Rabu 29 Januari 2020, untuk ketiga kalinya mereka ke kantor dewan. Tapi kali ini mereka diundang untuk diajak dengar pendapat, dan yang mengundang Fandi Ahmad Yani sendiri.
Awalnya, saat perwakilan warga terdampak batubara duduk di kursi-kursi yang biasanya untuk rapat paripurna, mereka kurang bersemangat. Apalagi hampir separuh kursi yang ada sudah diduduki oleh warga dari kelurahan lain, yang selama ini menerima dana CSR dari PT Gresik Jasatama, yang tentu saja mendukung keberadaan pelabuhan batubara.
Malah, saat hendak memasuki gedung dewan, di Jl. Wachid Hasyim depan kantor DPRD, warga terdampak sudah diserbu oleh sekitar 50 orang laki-laki yang menurut mereka adalah orang-orang yang sengaja didatangkan PT Gresik Jasatama untuk menggagalkan tuntutan warga terdampak. Nyaris terjadi benturan fisik antara kedua kelompok ini, yaitu kelompok yang menolak dan kelompok pendukung pelabuhan batubara. Untungnya Kapolres Gresik AKBP Kusworo Wibowo dan anak buah berhasil meredamnya.
Jadi wajar apabila perwakilan warga terdampak batubara yang masuk ke ruang sidang paripurna jadi kurang bersemangat. Mereka berprasangka, Ketua DPRD pasti akan menggiring untuk dicapainya kesepakatan antara warga terdampak batubara dengan pihak PT Gresik Jasatama.
Maklum, warga sudah mengetahui bahwa antara Fandi Ahmad Yani dengan PT Gresik Jasatama memang ada ikatan kerja, yaitu selama ini pihak PT Gresik Jasatama menggunakan truk-truk milik Fandi Ahmad Yani untuk mengangkut batubara dari pelabuhan ke tempat pemilik batubara. Fandi Ahmad Yani sendiri sudah mengakui adanya kontrak kerja itu.
Saat memimpin sidang, Fandi Ahmad Yani juga memberi kesempatan kepada beberapa orang yang mendukung PT Gresik Jasatama. “Kita harus adil, warga yang mendukung pelabuhan batubara juga perlu didengar aspirasinya. Mereka kan juga sama-sama warga Gresik. Yang penting jangan sampai ada benturan diantara dua kelompok warga ini,” kata ketua dewan yang berusia 35 tahun ini.
Fandi Ahmad Yani juga memberi kesempatan berbicara kepada wakil KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Gresik, yang menyatakan PT Gresik Jasatama mempunyai ijin lengkap untuk pengoperasian bongkar muat batubara. Demikian juga pihak Pelindo III Cabang Gresik, menyatakan perijinan yang dimiliki PT Gresik Jasatama lengkap, termasuk Amdalnya.
Edy Hidayat, direksi PT Gresik Jasatama meminta kepada ketua dewan agar mengijinkan peruahannya untuk beroperasi lagi, karena setelah selama tiga bulan ini terhenti akibat aksi-aksi penolakan dari warga terdampak.
“Tadinya kami memperoleh pemasukan Rp 8 miliar sebulan, kini turun jadi Rp 1,3 miliar. Kami rugi. Jadi ijinkan kami bongkar muat batubara lagi. Kami berjanji akan melakukan perbaikan-perbaikan sistem bongkar muat agar debunya tidak naik ke atas tetapi turun ke bawah,” kata Edy Hidayat.
Memang, PT Gresik Jasatama sudah investasi cukup besar, kata Fandi Ahmad Yani. “Jadi hal itu ya harus kita pikirkan bersama. Dari sisi perijinan, tidak ada masalah. Tadi juga disebutkan, PT Gresik Jasatama juga sudah merumahkan sekitar 150 orang karyawannya akibat terhentinya bongkar muat batubara itu. Semua akibat ini harus kita pikirkan, harus kita carikan solusinya,” kata alumni Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini.
Mendengar itu, nyali para perwakilan warga terdampak makin menciut. Tetapi mereka tetap memilih untuk melakukan perlawanan, apabila ketua dewan, dan juga Pemkab Gresik serta otoritas-otoritas yang lain, tidak mengabulkan tuntutan warga untuk memindahkan kegiatan bongkar muat batubara yang dilakukan PT Gresik Jasatama.
“Apapun keputusan dari hasil pertemuan ini, kami akan terus melakukan perlawanan,” kata Saiful Anam, salah seorang perwakilan warga terdampak, sambil terus mengikuti jalannya rapat kerja.
Setelah semua perwakilan yang hadir diberi kesempatan berbicara, ketua dewan kemudian berkata, di Gresik ini sebenarnya banyak pelabuhan. “Tetapi mengapa kok cuma yang dikelola PT Gresik Jasatama ini yang jadi masalah? Mengapa? Di Manyar juga ada pelabuhan batubara, tetapi kok tidak pernah terdengar ada masalah? Ini tentu ada persoalan yang harus dicari, apa yang jadi penyebabnya,” kata fandi Ahmad Yani.
“Ternyata yang jadi persoalan adalah kesehatan rakyat. Maka kita di satu sisi juga tidak boleh mengorbankan rakyat, tetapi di sisi lainnya kita juga melihat PT Gresik Jasatama sudah berinvestasi cukup besar. Kita harus jaga itu. Kalau tidak dijaga, nanti tidak ada investor yang mau masuk ke Gresik. Jadi harus dicarikan solusi,” kata ketua dewan.
“Karena itu,” lanjut Fandi Ahmad Yani, “solusi yang terbaik adalah PT Gresik Jasatama memindahkan bongkar muat batubaranya ke tempat lain. Kita tidak boleh mengorbankan rakyat untuk kepentingan bisnis siapapun. Saya sendiri tidak punya kepentingan pribadi, tetapi sebagai ketua dewan saya melihat kepentingan rakyat tidak boleh dikorbankan. Maka silakan PT Gresik Jasatama mencari tempat lain untuk bongkar muat batubara,” katanya.
Apa yang dikatakan Fandi Ahmad Yani ini tentu saja membuat semua yang hadir terkejut, tidak terkecuali pihak PT Gresik Jasatama. Mereka tidak mengira bahwa kesimpulan yang diambil pimpinan sidang seperti itu. Bahkan para perwakilan warga terdampak juga pesimis, karena dalam beberapa kali dialog mereka menilai ketua dewan ini selalu mbulet, dan terkesan lebih condong membela PT Gresik Jasatama. Karena memang dia memiliki ikatan kerja.
“Lho, bagaimana pimpinan sidang ini,” kata Edy Hidayat, direksi PT Gresik Jasatama. “Kami ini punya ijin lengkap, serta kami punya surat dari Dirjen Perhubungan yang menyatakan kami tidak boleh melakukan relokasi bongkar muat batubara. Kok secara mendadak begini kami diminta relokasi” kata Edy Hidayat dengan nada meninggi.
"Beri kami waktu untuk memperbaiki diri dulu, sedang jangka panjangnya ya nanti relokasi. Tetapi tidak bisa kalau kami langsung diminta pindah seperti ini. Tidak bisa sehari dua hari, butuh waktu lama," tambah Edy Hidayat.
“Saya kira masalah rakyat ini harus dinomorsatukan. PT Gresik Jasatama sebaiknya mempersiapkan diri untuk rekolasi, tokh yang dipindahkan cuma bongkar muat batubara saja. Saya tahu, batubara yang bongkar di sini berkalori rendah, itulah masalahnya. Saya tahu karena saya juga punya usaha. Batubara berkalori rendah itu pasti akan terbang ke mana-mana, tidak bisa dicarikan teknologi untuk meminimalisir dampaknya. Tempat bongkar muatnya juga terlalu dekat dengan permukiman warga. Jadi, mari bongkar muat batubaranya dipindahkan ke tempat lain, ke JIIPE misalnya, nanti saya bantu mediasi dengan pengelola JIIPE,” kata Fandi Ahmad Yani.
JIIPE adalah Java Integrated Industrial And Port Estate kawasan pergudangan dan pelabuhan, yang dikelola bersama antara Pelindo III dengan PT Aneka Kimia Raya Corporindo. Luas kawasan JIIPe 1761 hektar, terletak sekitar 10 kilometer sebelah barat pelabuhan Gresik.
Edy Hidayat bermaksud melakukan interupsi. Tapi langsung dipotong oleh ketua dewan, ”sudah, sudah. Nanti pertemuan ini tidak selesai-selesai, padahal sudah lebih dari empat jam kita berbicara. Jadi silakan PT Gresik Jasatama mencari tempat di JIIPE saja, di sana juga bisa untuk sandar tongkang-tongkang pengangkut batubara. Saya ini juga pengusaha, jadi saya tahu benar fasilitas yang ada di JIIPE. Demikian kita akhiri pertemuan hari ini, Wassalamualikum Warohmatullahi Wabarokatuh.”
Apa yang disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Gresik ini, bagaimanapun juga mengejutkan para perwakilan warga terdampak yang mengikuti pertemuan. “Allahu Akbar!” teriak mereka.
Beberapa diantara mereka segera berlari ke luar ruang sidang, menyampaikan informasi terakhir kepada warga yang ikut mengantarkan mereka dengan menunggu di halaman maupun di jalan raya depan kantor DPRD. Segera saja terdengar teriakan takbir.
Di halaman, Fandi Ahmad Yani dikerubungi warga terdampak, termasuk emak-emak. Mereka berebut mencium tangannya. Terima kasih bapak, terima kasih bapak, kata emak-emak.
Fandi Ahmad Yani, yang tadinya oleh warga terdampak batubara dinilai meragukan, kini dianggap sebagai pahlawan. (m. anis)