Ketua DPD RI Tawarkan Gagasan Anggota DPR Juga Diisi Nonpartai
Ada banyak gagasan yang telah dituangkan sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Salah satunya adalah wacana mendorong lahirnya anggota DPR RI dari unsur nonpartai politik atau jalur independen.
Gagasan tersebut dimaksudkan untuk merespons wacana penguatan fungsi legislasi, sekaligus menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai cita-cita para pendiri bangsa.
Hal itu seiring dengan menguatnya keinginan agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Oleh karenanya, perlu terobosan dalam rangka memperkuat kedaulatan rakyat di Indonesia.
Hal tersebut dipresentasikan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menjalani ujian kualifikasi disertasi Program Doktoral Hukum dan Pembangunan di Universitas Airlangga dengan tema 'Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Unsur Non Partai Politik (Independen)' di Kampus B Universitas Airlangga, Kamis 28 Maret 2024).
Didampingi pembimbing akademiknya, LaNyalla diuji oleh tim penguji, di antaranya Prof. Muhammad Nafik Hadi Ryandono, Prof. Suparto Wijoyo, Prof. Mas Rahmah, Prof. Rudi Purwono, Dr. Radian Salman, Dr. Sri Winarsi, dan Dr. Sukardi.
Ketua DPD RI menyebut penelitiannya berangkat dari implementasi prinsip kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945, di mana disebutkan jika prinsip kedaulatan salah satunya diterapkan dalam bentuk kedaulatan perwakilan untuk memilih perwakilan-perwakilan rakyat melalui proses Pemilu.
"Selain itu, pengisian lembaga perwakilan merupakan refleksi dari prinsip demokrasi yang berarti rakyat berkuasa (government of rule by the people). Dengan kata lain, secara spesifik hal itu adalah demokrasi perwakilan," papar LaNyalla.
Proposal penelitian LaNyalla menarik perhatian dosen pengujinya. Salah satunya seperti disampaikan oleh Prof. Suparto Wijoyo. Ia meminta anggota DPD asal Jawa Timur itu untuk menjelaskan lebih detail perihal awal mula gagasan tersebut didapat LaNyalla.
"Kok bisa punya gagasan anggota DPR RI nonpartai politik atau jalur independen seperti ini. Coba dijelaskan sedikit latar belakang idenya," kata Suparto.
LaNyalla pun menjelaskan awal mulanya ketika ia mendorong agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli.
Saat gagasan itu diwacanakan, LaNyalla menyebut muncul pertanyaan dari anggota DPD RI tentang eksistensi lembaga mereka. "Saat itu muncul pertanyaan, kalau kita kembali kepada UUD 1945 naskah asli, maka Lembaga DPD RI ini bubar?" kata LaNyalla menirukan pertanyaan anggotanya saat itu.
LaNyalla tak menampik hal itu. Kembali kepada UUD 1945 naskah asli, lembaga DPD RI akan bubar. Maka, muncul gagasan agar DPD RI berada satu kamar dengan DPR RI, sekaligus sebagai upaya memperkuat lembaga DPD RI itu sendiri.
"DPD RI sebagai peserta pemilu perseorangan, itu dipilih langsung oleh rakyat. Sama dengan DPR RI. Suaranya lebih besar dari perolehan DPR RI. Tetapi soal kewenangan, DPD RI lebih kecil dibanding DPR RI," ujar LaNyalla seraya menambahkan bahwa produk UU yang secara hukum mengikat seluruh rakyat Indonesia hanya diputuskan oleh anggota DPR yang notabene partai politik saja.
“Sangat tidak adil dan tidak meaningful bila hanya dikuasai partai politik. Padahal UU itu memaksa seluruh rakyat Indonesia untuk tunduk dan patuh. Kenapa hanya di tangan partai politik?” imbuhnya.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Sri Winarsi dan Prof. Rudi Purwono, tentang komparasi model yang diteliti di negara lain dan nama fraksi jika nantinya DPD RI satu kamar dengan DPR RI, LaNyalla menegaskan jika konsep tersebut telah diterapkan di beberapa negara dunia.
"Sudah ada 12 negara di Uni Eropa dan tahun lalu, April 2023 Afrika Selatan mengadopsi sistem tersebut. Nah mengenai nama fraksi, saat saya presentasikan konsep ini ke anggota DPD RI sempat terjadi perdebatan, apa nama fraksinya. Menurut saya silakan saja, apa pun nama fraksinya silakan. Mau fraksi perseorangan, atau fraksi non-partai, itu teknis nanti. Tetapi hakikatnya ada people representative dan ada political representative yaitu unsur partai politik," ujar LaNyalla.
Prof. Mas Rahmah, menjelaskan jika banyak pihak menilai DPD RI bukan elemen yang penting, bahkan hanya hiasan demokrasi belaka. Sebagai Ketua DPD RI, ia juga meminta LaNyalla mengkajinya dalam konteks yuridis-empiris dan sosio-legal.
Radian Salman, meminta agar LaNyalla dalam penelitiannya nanti berbagi pengalaman implementasi yang sudah dilakukan dan evaluasinya. Pun halnya dengan Sukardi, yang meminta LaNyalla dalam penelitiannya nanti juga menjelaskan pentingnya anggota DPR RI dari unsur non partai politik sangat penting dalam penyelenggaraan negara.
Sementara Prof. Muhammad Nafik Hadi Ryandono, menekankan agar Ketua DPD RI menyinggung latar belakang monokameral yang relevan dengan temuan kebijakan dari topik penelitian.
Setelah menerima masukan tersebut, selanjutnya tim penguji menyatakan jika Ketua DPD RI dinyatakan lulus dan sudah boleh menggunakan titel Doktor (cand).
"Kami ucapkan selamat kepada peneliti. Karena sudah lulus kualifikasi, maka selanjutnya peneliti sudah boleh menggunakan gelar Doktor (cand)," kata Prof Nafik.
Ketua DPD RI pun mengucapkan terima kasih kepada tim penguji dan berharap hasil penelitiannya dapat berguna bagi pembangunan dan proses demokratisasi bangsa Indonesia ke depan.
Advertisement