Ketua DPD RI Minta Kaji Ulang Jadwal Pelaksanaan Pilkada 2020
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, La Nyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah dan pihak terkait untuk mengkaji ulang kesepakatan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020. Rencananya akan dilaksanakan pada Desember mendatang.
La Nyalla mengatakan, tahun ini ada pandemi virus corona atau Covid-19 yang telah mengancam jiwa seluruh masyarakat. Apalagi, Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Republik Indonesia belum menyatakan wabah telah usai.
“Sampai hari ini masih banyak daerah, baik provinsi maupun kota kabupaten yang masih dalam zona merah. Bahkan kurvanya belum menurun. Malah di sebagian daerah menunjukkan tren naik. Itu dari sisi wabah itu sendiri.
Belum dari sisi kualitas Pilkada apabila diselenggarakan dalam situasi di mana pandemi belum dinyatakan berakhir. Ini penting untuk dikaji secara mendalam, termasuk apa urgensinya harus dipaksakan tahun ini?” ungkap La Nyalla di Surabaya, Kamis 28 Mei 2020.
Sebagai contoh, kata La Nyalla, Surabaya saat ini menjadi epicentrum penyebaran Covid-19. Bahkan diprediksi jika tak tertagani dengan baik maka Kota Pahlawan akan seperti Kota Wuhan, China.
"Ini dari diskusi bersama Koordinator Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi," tutur La Nyalla.
Menurut dia, dengan penundaan Pilkada Serentak tidak akan membubarkan negara karena ada mekanisme yang bisa dilakukan apabila jabatan kepala daerah sudah habis, dengan menunjuk pelaksana jabatan.
“Sudah benar apa yang dilakukan pemerintah dengan refocusing anggaran untuk prioritas penanganan wabah ini. Dengan menunda anggaran belanja yang masih bisa ditunda dan mengalihkan untuk penanganan pandemi. Nah, pilkada ini menurut saya, salah satu anggaran belanja yang bisa ditunda,” katanya.
La Nyalla mengungkapkan bahwa untuk Pilkada Desember nanti, KPU RI sudah mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 535,9 miliar untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) guna menyesuaikan penyelenggaraan pilkada dengan protokol kesehatan.
Rinciannya, untuk membeli masker bagi 105 juta pemilih, sebesar Rp 263,4 miliar. Kemudian, untuk alat kesehatan bagi petugas di TPS dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp 259,2 miliar, Rp 10,5 miliar untuk alat kesehatan bagi PPS, dan Rp 2,1 miliar untuk PPK.