Ketika Terjadi Hadats Kecil Saat Tawaf, Bagaimana Hukumnya? Ini Jawaban Tarjih Muhammadiyah
"Berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-haraj (meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wudhu dengan dasar keringanan dan menghindari mudarat."
"Ketika melangsungkan ibadah tawaf di Masjidil Haram, kebetulan saya kentut. Otomatis saya berhadats kecil. Ustadz, bagaimana hukumnya?"
Demikian pertanyaan Iwansyah, warga Lakarsantri Surabaya pada ngopibareng.id.
Untuk menjawab masalah tersebut, ngopibareng.id menurunkan putusan Muhammadiyah, yang dipetik dari Himpunan Putusan Tarjih (HPT) PP Muhammadiyah. Berikut selengkapnya:
Jika terjadi hadas kecil (batal wudhu) saat tawaf dalam keadaan jamaah penuh dan sesak, terutama di saat puncak haji ketika tawaf ifadah (tawaf yang termasuk rukun haji) dan tidak memungkinkan mendapatkan air atau jika pun bisa mendapatkan air akan menyusahkan dan memberatkan. Maka, berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-haraj (meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wudhu dengan dasar keringanan dan menghindari mudarat.
Memaksa manusia padahal ada kesulitan saat itu justru malah bertentangan dengan firman Allah swt, dalam firman-Nya:
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (penggalan al-Baqarah ayat 185)
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran atasmu (QS al-Baqarah 2:185)
Dengan demikian, langkah hati-hatinya adalah tetap berwudhu dan mengulangi wudhu jika batal saat melakukan tawaf manakala tidak menimbulkan kesulitan.
Jika sulit karena kondisi yang penuh sesak saat tawaf, maka kita boleh mengambil keringanan. Jadi tawaf yang keadaan sucinya batal karena hadas kecil tetap memadai (mujzi’).
Sumber: Himpunan Putusan Tarjih (HPT) 3 halaman 471