Ketika Seorang Pelukis di Kediri Dikunjungi Kepala Densus 88
Tujuh mobil meluncur melewati jalan pedesaan di Desa Dawung, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, Minggu siang. Dengan kawalan mobil polisi. Cuaca terang, jalanan agak basah sehabis hujan.
Di sebuah rumah yang berada di tepi jalan Desa Dawung, iring-iringan mobil itu berhenti. Persis di depan rumah seorang warga desa bernama Ruslan. Dari salah satu mobil yang mendapat kawalan ketat itu, turun seorang laki-laki tegap, agak berjambang, selalu senyum, memakai baju batik warna coklat. Dia adalah Irjen Pol. Martinus Hukom, Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Apakah Ruslan seorang teroris? Bukan! Ruslan, 52 tahun, adalah seorang pelukis. Dan Martinus Hukom mendatangi rumah Ruslan untuk melakukan silaturahmi budaya. Dia memang pengagum Ruslan, dan telah memiliki beberapa karyanya. Mumpung berada di Kediri untuk menghadiri pernikahan salah seorang anak buahnya, Kepala Densus 88 ini menyempatkan diri mengunjungi pelukis yang dikaguminya itu.
Ruslan adalah pelukis realis. Menggunakan cat akrilik, karya-karyanya semua bertemakan pedesaan. Para petani memanen padi di sawah. Gerobak yang ditarik dua ekor sapi melintas di persawahan. Anak-anak bermain sambil mandi di kali. Seorang petani memandikan kerbau ternaknya di kali. Atau hamparan sawah yang menguning siap dipanen, sementara gunung di kejauhan sebagian puncaknya tertutup awan. Atau beberapa wanita sedang mencuci pakaian di kali, salah seorang diantaranya dengan wajah nampak riang sedang menempelkan handphonenya di telinga. Mungkin sedang menelpon pacarnya yang tinggal di desa tetangga.
Sejuk dan damai. Hati menjadi terasa teduh melihat karya-karya Ruslan yang realis. Pada karyanya, misalnya, dia bisa menggambarkan bagian mana pada pakaian obyeknya yang kelihatan basah, dan bagian mana yang kering karena tidak kena cipratan air. Tidak gampang menggoreskan cat pada kanvas, untuk membedakan kain basah dan kering, kecuali dilakukan oleh tangan yang benar-benar terampil.
“Ya, saya memang mengagumi karya-karya Pak Ruslan. Karena saya suka alam pedesaan. Kesederhanaan masyarakatnya serta keindahan alamnya. Kebetulan saya juga lahir di sebuah desa di Maluku sana,” kata Martinus Hukom, yang lahir 52 tahun lalu di Ameth, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.“
“Saya bukan kolektor lukisan. Tahun 2011 saya pernah melihat lukisan realis yang menurut saya sangat bagus, pelukisnya bernama Ruslan. Saya ingat terus lukisan itu. Kemudian dua bulan lalu kira-kira, saya kembali melihat lukisan karya Pak Ruslan di internet. Lantas saya minta tolong pada teman saya dari Blitar untuk mencari pelukis itu. Akhirnya bertemulah saya dengan Pak Ruslan ini,” kata Martinus Hukom pada Ngopibareng.Id, Minggu siang, saat masih berada di rumah Ruslan.
Menurutnya, banyak sekali pelukis hebat di Indonesia. Mereka adalah anugerah Tuhan. Karya mereka yang penuh keindahan, adalah kearifan lokal yang harus dihargai. “Semakin banyak karya-karya anak bangsa dipulikasikan, akan makin memberi nilai tambah. Mereka adalah asset yang harus terus dipublikasikan,” kata Martinus Hukom.
“Saya senang sekali bisa bersilaturahmi ke kediaman Pak Ruslan. Menikmati desa sekaligus karya-karyanya, rasanya saya enggan kembali ke Jakarta,” kata alumni Akademi Kepolisian Angkatan 1991 ini, sambil tertawa.
Ruslan sendiri amat bangga mendapat kunjungan Martinus Hukom beserta rombongannya.
“Saya terharu sekaligus bangga, ada orang besar kok mau berkunjung ke rumah saya yang berada di pelosok desa. Karya saya memang sudah banyak menyebar, entah dikoleksi siapa saja. Tetapi kalau ada seorang kolektor, dan dia bukan orang sembarangan, ternyata mau juga mengunjungi rumah saya yang berada di pelosok katrok, sumpah tidak pernah saya impikan,” kata Ruslan polos.
Apalagi, lanjutnya, Pak Martinus dan rombongan juga menyempatkan makan siang di rumahnya. Dengan duduk lesehan lebih dari dua jam, tanpa sofa dan meja. Maklum rumah di desa.
“Kebetulan istri saya memasak ikan mujair. Ya sudah, seadanya kami suguhkan. Masakan desa. Juga ada pisang dari kebonan. Tapi ya Alhamdulillah, Pak Martinus dan rombongan bersedia makan meskipun semua serba seadanya. Padahal saya sebelumnya sudah khawatir akan ditolak,” tambah Ruslan.
Menurut Ruslan, kelihatannya Kepala Densus 88 itu melihat lagi lukisannya yang dipasarkan melalui PasarLukisan.Com. “Ada baiknya juga saya sudah tiga bulan ini mengikuti pameran virtual di situ. Tapi mendapat kunjungan beliau, sungguh hal yang paling istimewa selama saya jadi pelukis,” kata Ruslan. (nis)