Ketika Ratusan Banner APK Pemilu 2024 Jadi 300 Tas Belanja
Menjelang pemungutan suara, 14 Februari 2024 lalu, Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu 2024 dibersihkan dari tempat-tempat umum di Kota Probolinggo. Yang menjadi pertanyaan, ditaruh di mana banner-banner yang digunakan capres-cawapres dan caleg berkampanye itu setelah ditertibkan?
Ternyata, ratusan banner itu tidak dibuang percuma di tempat sampah. Ada seorang pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Probolinggo yang “menyulap” banner-banner bekas APK itu menjadi ratusan tas belanja.
“Sempat terpikir, bagaimana memanfaatkan banner-banner bekas itu menjadi sesuatu yang masih berguna daripada memenuhi tempat pembuangan sampah atau ditumpuk di kantor Bawaslu,” kata Katarina Suhendar Triningrum, 50 tahun, pemilik UKM Griya Srikandi, Kota Probolinggo, Selasa, 20 Februari 2024.
Ditemui di rumah sekaligus sentra UKM-nya di Jalan Argopuro Perum Kopian Barat E/23 Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Katarina menceritakan, bagaimana ia akhirnya mendaur ulang limbah banner tersebut.
“Saya sendiri sebenarnya juga caleg tapi gagal dapat kursi, ikut menghasilkan limbah banner APK Pemilu 2024,” ujar Bu Asep, panggilan akrab Katarina Suhendar Triningrum. Maklum ia bersuamikan Asep Suprapto Lelono, Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos, PPPA) Kota Probolinggo.
Keinginan Bu Asep mendaur ulang banner bekas semakin bersemangat setelah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo mengirimi ratusan banner bekas. “DLH yang mendapatkan ratusan banner bekas dari Bawaslu mengirimkannya ke tempat kami,” ujarnya.
Dibantu tiga pekerja (penjahit), Bu Asep akhirnya memotong-motong banner-banner bekas itu. Banner kecil dan sedang dijadikan pola tas belanja ukuran kecil dan sedang. “Kalau banner besar bisa jadi dipotong-potong menjadi empat tas,” kata sarjana teknologi pertanian itu.
Setelah itu, potongan-potongan banner itu dijahit dengan permukaan yang ada gambar capres-cawapres atau caleg diletakkan di dalam. “Kalau di bagian luar tas tampak wajah capres-cawapres atau calegnya, kan enggak enak, apalagi kalau mereka gagal seperti saya,” ujar caleg PKB di Dapil Kademangan, Kota Probolinggo itu sambil tersenyum.
Kini, bersama para pekerjanya, Bu Asep sedang menyelesaikan sekitar 300 tas belanja. Setiap hari, UKM Griya Srikandi bisa menyelesaikan sebanyak 100 tas.
“Tas belanja sebanyak 300 buah itu akan kami bagikan secara cuma-cuma pada Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Februari 2024 besok di Pasar Gotong Royong dan Pasar Kronong,” katanya.
Meski 300 tas digratiskan, sisi lain Bu Asep mengaku, mendapat dukungan dari Community Social Responsibility (CRS) PT Kutai Timber Indonesia (KTI) dan PT Pegadaian untuk menyelesaikan aksi sosialnya. “Aksi sosial ini untuk mengurangi tas plastik yang biasanya sekali pakai langsung dibuang sehingga berdampak terhadap lingkungan,” katanya.
Ibu dua anak itu menjamin, tas belanja dari banner bekas bisa awet dan bertahan hingga dua-tiga tahun. “Asal jangan diisi yang berat-berat agar tidak jebol, insya-Allah bisa awet hingga tiga tahun,” katanya.
Di luar aksi sosial membuat dan bagi-bagi 300 tas belanjaan, UKM Griya Srikandi selama ini juga menjual aneka produksinya. Aneka macam produk dari sampah mulai dari gantungan kunci dari koran, tas dan dompet, sepatu dan sandal kain perca, tempat tissue, tikar dari bungkus minuman sachet, baju daur ulang, goody bag, dan lain-lain.
Griya Srikandi juga mengubah bungkus kopi sachet dan goni bekas dan bungkus sabun sachet menjadi tas menarik.
“Bagi sebagian masyarakat sampah dianggap tidak berguna, berbau busuk, penyebab banjir, dan sumber penyakit. Tapi, bagi kami sampah adalah berkah, bisa menghasilkan uang,” kata Bu Asep.
Ia menceritakan, sejak 2013 ia mulai bergerak di bank sampah dengan nama Bank Sampah Srikandi. Awal berdirinya hanya menerima sampah anorganik untuk dikumpulkan dan dijual.
Ternyata nilai jualnya dirasa kurang memuaskan sehingga tahun 2015 Griya Srikandi mulai memproduksi sampah menjadi aneka macam produk daur ulang. Kini, omzet UKM tersebut sekitar Rp400 juta per tahun.