Ketika Negara Dibonsai, Abdi Masyarakat pun Bertindak
Kembalinya Habib Rizieq Syihab (HRS) ke Tanah Air memanaskan suhu politik nasional. Para pendukungnya beringas melampiaskan gembira campur geram, setelah penantian tiga setengah tahun. Negara tergagap tidak tahu apa yang harus diperbuat, Aparat Keamanan underestimate hanya perkirakan 10 ribu penjemput, ternyata jauh diatas perkiraan.
Selain berderet di sepanjang menuju Bandara Soekarno Hatta, dua tempat lainnya Petamburan dan kemudian Pesantren HRS di Mega Mendung dipadati pengunjung. Lagi lagi kalkulasi aparat keamanan salah, pengunjung membludak. Saya kira umumnya mereka datang atas dorongan hati tertarik karisma sang tokoh yang dipujanya.
Entah siapa yang mengorganisir, HRS diserang kaum buzer yang dibalas oleh buzer pendukung sang tokoh, tambah memanaskan situasi. Masyarakat semakin cemas khawatir pecah bentrokan dua kubu yang berbeda.
Pemerintah mengambil langkah, Gubernur DKI Jakarta diinterogasi Polda Metro. Bukannya situasi mendingin, tetapi tambah panas, datang pembelaan dari mantan Wapres Jusuf Kalla dan tokoh Nasdem.
Tiba-tiba Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengambil langkah yang tidak terduka, mencopoti baliho gambar sang tokoh. Jurus sederhana tapi mematikan yang mampu mengobati kecemasan masyarakat dan menghindarkan amuk masa.
Ada yang anggap langkah tersebut melanggar azas demokrasi. Bagi saya, benar atau salah, langkah Pangdam Jaya menjadi faktor kejut yang diperlukan untuk menegakkan suasana ketenangan dan ketertiban. Saya kira langkah Pangdam tersebut didorong oleh tanggung jawabnya sebagai Abdi Masyarakat.
Kenapa situasi seperti di atas bisa terjadi?. Mungkin sebagian masyarakat tidak menyadari, bahwa kewenangan negara dipreteli oleh Undang-Undang Dasar 2002 sebagai konsekuensi liberalisasi politik sejak 1999. Aparat Keamanan bertindak ekstra hati-hati. Istilahnya, negara di- Bonzai dan hak rakyat diperkuat, meniru demokrasi negara Barat.
Kita dukung demokrasi asal sesuai dengan nilai Pancasila khususnya sila keempat. Negara tidak boleh lemah, tapi negara juga tidak menindas rakyat. Kondisi itu bisa diperbaiki dengan mengamandemen UUD 2002. Pasal pasal yang baik kita pertahankan, yang jelek kita perbaiki. Ayo!
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015, tinggal di Jakarta.
Advertisement