Ketika Koran Tempo Menyuruh Terawan Mundur
TEPAT 24 Maret 2020, koran harian Tempo yang terbit di Jakarta menulis editorial yang menarik sekaligus menantang, judulnya "Mundurlah Terawan". Terawan adalah Menteri Kesehatan yang dipilih Jokowi karena dia dinilai berhasil melakukan sejumlah operasi pada kasus penyakit yang krusial.
Tapi mengapa Koran Tempo mesti membuat judul editorial sekeras itu. Rasa-rasanya, judul itu diilhami oleh menurunnya rasa simpati media pada langkah-langkah Menteri Kesehatan Terawan , yang lamban dan tidak memiliki kecakapan yang mumpuni untuk mengurus kesehatan masyarakat.
Terawan sering terlihat santai dan cengar-cengir saja dalam mengantisipasi penularan virus Corona 19 atau Covid 19. Publik melihat kebijakan Terawan dalam mengurus kesehatan masyarakat tidak serius. Memang Koran Tempo lebih sering mewakili kepentingan publik dibanding kepentingannya sendiri sebagai media. Dan itulah sejatinya peran media, peran para jurnalis.
Bagaimana dengan sikap media yang lain. Rasanya baru Koran Tempo yang bersikap lugas dan memintanya mundur. Media mainstream yang lain nampaknya memilih mencari jalan aman.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan Koran Tempo, mengapa Terawan selayaknya mundur. Pertama, sikap Terawan selaku penanggung jawab utama salam menjaga Kesehatan Masyarakat terlihat terlalu santai dan menganggap remeh Virus Corona itu sejak awal.
Dia mengatakan bahwa virus itu tidak berbahaya dan bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi Apa faktanya, banyak orang yang tewas karena virus itu dan kini seluruh rumah sakit dan tenaga medisnya kerepotan, bahkan beberapa dokter andalan kini tewas mengenaskan.
Terawan juga menganggap enteng orang yang memakai masker, bahkan menganggapnya tak berguna jika orang itu tidak sakit. Padahal dalam beberapa kesempatan Terasah memakai masker, misalnya ketika bersama Prabowo Subianto dan Puan Maharani. Ada paradoks; apa yang dikatakan dan apa yang dikerjakan.
Kedua, wabah Covid 19 ini telah memasuki periode yang sangat mengkhawatirkan. Pemerintah via Kementerian Kesehatan tidak mampu mengambil langkah-langkah cepat dan trengginas untuk menyelamatkan jiwa masyarakat. Mereka baru bergerak agak cepat setelah korban berjatuhan dimana-mana. Seolah negara ini tidak ada yang mengurus rakyatnya. Masyarakat bergerak sendiri seperti pesawat yang terbang secara autopilot.
Ketiga, ketika para dokter dan.tenaga medis berjibaku menolong para pasien, ternyata mereka itu tidak diberikan fasilitas keamanan yang memadai. Mereka tidak punya pelindung untuk membentengi kesehatannya sendiri. Seperti baju Hazmat, masker N.95, maupun sarung tangan. Bahkan menurut pantauan Koran Tempo, pada beberapa Rumah Sakit kehabisan alat pelindung tersebut dan akhirnya mereka memakai jas hujan dan baju bedah untuk menolong pasien Covid 19.
Disinilah, peran Menteri Kesehatan selayaknya hadir, namun sayangnya dia absen. Absen karena dia memandang remeh sesuatu yang seharusnya mendapat perhatian yang lebih dan sikap antisipatif yang berdimensi taktis dan strategis.
Urgensi Local Lockdown
Kini kita sebagai bangsa masih terus menghadapi masalah besar dibidang kesehatan masyarakat yang terus menghantui Publik.
Publik menjadi ketakutan sekaligus bingung atas sikap ambigu Pemerintah Jokowi. Di satu sisi ia ingin menyelamatkan masyarakat, namun di sisi lain ia terjebak pada kepentingan ekonomi kapitalis yang membelit rezimnya. Ia terjebak dalam ambiguitas yang membuat pribadinya Lockdown.
Seharusnya kondisi Jakarta yang kini menjadi pusat episentrum pandemi wabah Covid 19 ini, Presiden segera mengambil langkah "Jakarta Lockdown". Mengapa Jakarta, karena Jakarta menjadi pusat pergerakan manusia dari berbagai negara. Disamping Jakarta, sebagai Kepala Negara Jokowi bisa juga melakukan Lockdown pada sejumlah kota yang dinilai dinamis dan menjadi pusat berkumpulnya manusia dari berbagai negara seperti Bali, Medan, Surabaya, dan Bandung.
Local Lockdown ini penting agar di satu sisi bisa mencegah penyebaran Covid 19 namun di sisi lain ekonomi secara nasional tetap bergerak, terutama terkait distribusi pemenuhan sejumlah kebutuhan pokok.
Langkah ini harus segera dilakukan agar korban tidak semakin banyak memenuhi rumah sakit-rumah sakit yang fasilitasnya terbatas. Sejalan dengan itu maka Pemerintah segera memanfaatkan kelas-kelas sekolah yang tersebar diseluruh pelosok negeri terutama yang terdeteksi Covid1 19 untuk dijadikan tempat layanan kesehatan sementara untuk pasien-pasien Covid 19. Tenaga kesehatan atau medis segera dilatih dengan cepat agar mereka bisa tercampur merawat pasien-pasien Covid 19.
Untuk aktivitas pemetaan penyebaran Covid 19 harus terus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan muncul.
Kembali pada kinerja Menteri Kesehatan Terawan yang memble itu, apa iya tetap dipertahankan? Hemat saya, segera saja diganti orang yang tepat dengan kriteria smart people, action oriented, and well understanding in public health.
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, dan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang)