Ketika Kiai Hamid Pasuruan Menolak Berdoa
PARA waliyullah dan orang-orang saleh, mempunyai tingkat kewadhu’an yang lebih. Hal itulah yang dilakukan Kiai Hamid Pasuruan, almaghfurlah, semasa hidupnya. Sebuah kisah dituturkan Hj Umi Khoiroh, abdi Nyai Dewi, istri Mbah Ud (Kiai Ali Mas'ud, Sidoarjo), yang makamnya diziarahi banyak orang di Sidoarjo.
Suatu hari di pondok pesantrennya, di Dalemen Sidoarjo, ada dua tamu agung. Mereka adalah Kiai Hamid Pasuruan dan Mbah Ud. Tujuan beliau berdua bertamu di kediaman Nyai Dewi, untuk melamarnya.
“Kami ingin melamarmu, Nyai Dewi, untuk dinikahi Kang Ud,” kata Kiai Hamid, memohon kepada Nyai Dewi agar mau menikah dengan Mbah Ud.
Sontak Mbah Ud pun berkata pada Nyai Dewi, “Nyai, sampeyan bojoku dunyo akhirat nyai (Engkau istriku, di dunia dan di akhirat, Nyai)”.
Saat itu, Nyai Dewi langsung menangis. Tentu saja, dengan begitu, Nyai Dewi bersedia menerima lamaran, dan dengan ikhlas ridha juga bahagia atas lamaran dari Mbah Ud.
Kemudian selang beberapa hari akad nikah dilaksanakan. Kiai Hamid yang bertindak sebagai wakil wali atas Nyai Dewi. Usai akad nikah dilaksanakan, Kiai Hamid dengan tawadhu’-nya tidak mau memimpin doa. Padahal, seluruh ruangan telah memintanya untuk memimpin doa.
Lalu, Mbah Ud sendiri yang memimpin doa, saat itu dengan diamini Kiai Hamid. Juga, diamini para kiai dan hadirin yang menyaksikan perhelatan tersebut.
“Bahkan ibuku bercerita, saat itu Mbah Ud berdoa sambil menangis dan doanya sangat panjang. Bahkan, Mbah Hamid pun menangis saat mengamini doa Mbah Ud,” kata Ifdholul Maghfur, putra Hj Umi Khoiroh, Sidoarjo, pada ngopibareng.id, Rabu (19/07/2017).
Wallahu a'lam bisshawab.
Dan memang, humor yang benar-benar humor, adalah keharuan. Kedua waliyullah itu telah memberikan renungan terbaik bagi kita. (adi)