Ketika Kambing Punya Akal
Oleh: Fathorrahman Fadli
Suatu ketika Cak Madra'i yang lulusan pesantren salaf Banyuanyar Pamekasan protes sama saya. Dia bilang, "Cak, rasanya lebaran Idul Adha tahun ini menjemukan sekali. Penuh kepura-puraan," cetusnya memecah pembicaraan saat silaturahmi.
"Lho kok bisa begitu Cak, kan dari dulu sudah begitu keadaannya," timpal saya sekenanya.
Iya, tidak ada perubahan. Habis sholat ied, biasanya takmir masjid dan panitia kurban hanya sibuk menyembelih kambing atau sapi. Setelah itu ya dibagi-bagi dagingnya pada orang-orang miskin,---'kata Cak Madra'i menambahkan.
Sebagai alumni santri pesantren salaf dia rupanya mau menggugah saya yang lulusan perguruan tinggi umum menggunakan pikiran. "Lha iya Cak, kenapa ya kambing-kambing itu tidak protes saja, misalnya dia kabur di malam takbiran. Kan seru tuh. Ya biar panitia kurbannya bingung mengganti kambing yang hilang. Pasti heboh itu Cak," sergap saya tak mau kalah.
"Mana mungkin panitia bisa mengganti kambing-kambing itu Cak, wong panitianya miskin-miskin. Apalagi harga kambing sekarang ini mahal sekali," seru Cak Mad seraya menunjuk Bahlil si tukang jagal kambing. Bahlil memang langganan masjid Al-Huda samping rumah, dia sebagai penyembelih hewan kurban. Biasanya, dibulan Haji ini Bahlil banyak ngumpulin hewan quran hasil jagalannya. Di rumahnya ada banyak panci penuh daging mulai daging murni, kaki kambing hingga kepala. Kadang si Bahlil dan teman-temannya sesama penjagal hewan qurban mengumpulkan biji kemaluan kambing untuk dipotong-potong dibuat sate. Konon, biji peler kambing itu akan menguatkan stamina laki-laki dalam berhubungan dengan pasangannya.
"Saya sedih juga Cak, kenapa kambing-kambing itu mendadak bodoh ya kalau lebaran haji tiba," tanya Cak Madra'i kembali menggodaku.
Saya pun berfikir keras, bagaimana cara menimpali pancingan Cak Madra'i itu. Sungguh dia menjadi teman berfikir saya.
"Kurang ajar sampeyan Cak, dari dulu, kambing itu memang mendadak bodohlah, kan mau disembelih," jawabku sekenanya.
"Sampeyan ini ternyata bodoh juga ya. Katanya lulusan perguruan tinggi. Coba sampeyan mikir sedikit kenapa sih?" pinta Cak Madra'i ngajak debat.
Pikirku, Cak Mad ini memang bukan santri biasa. Dia santri yang intelektual. "OK, Cak, dengerin dulu penjelasanku ya," pinta saya seraya tersenyum.
Jangankan kambing Cak Mad, pejabat negara yang pintar-pintar, sekolahnya jauh-jauh sampai ke Belanda, ke Inggris, ke Amerika itu juga mendadak bodoh dihadapan Jokowi lho Cak Mad. Jadi mendadak bodoh itu bukan hanya fenomena kambing kambing di masa lebaran Qurban. Namun juga fenomena lazim dikalangan pejabat, kataku menjelaskan.
"Waduh, bingung aku Cak, opo sih kareppe sampeyan," sergap Cak Madra'i yang kini akrab dengan politisi PKB itu.
Kali ini Cak Mad yang bingung. Saya melihat muka Cak Mad jadi lucu sambil menggaruk-garuk kepala setelah melepas peci hitamnya. Begitu dia tersenyum kembali saya jelaskan.
Begini Cak Mad. Di zaman rezimnya Pak Jokowi ini merupakan periode dimana para pejabat itu menjadi bodoh dan penurut. Meski demikian, mereka tetap protes dalam hati. Mereka merasa lebih baik mengalah, daripada dipecat sebagai pejabat. Makanya, dia menyimpan ilmu dan kecerdasannya itu. Itu resiko manusia-manusia tidak merdeka, orang-orang terjajah di zaman merdeka. Ketakutannya melebihi kecerdasannya. Jadi mereka seperti boneka bisa Cak Mad.
"Waduh, sampeyan kok berani bicara gitu Cak," cetusnya setengah heran.
Tapi Cak, kembali pada omongan kita soal kambing itu lho. Aku ada pertanyaan untuk sampeyan. Tapi ini agak nyleneh Cak. Aku dapat inspirasibdari lagunya Ebiet G Ade itu lho..."Tuhan mulai bosan pada manusia itu lho, " ujar Cak Madra'i mulai merendah.
"Iya sudah, apa pertanyaan sampeyan Cak Mad?
Gini lho...apa kira-kira jika Tuhan mulai bosan sama manusia, lalu akal yang semula diberikan pada manusia itu diambil lagi, lalu diberikan kepada kambing-kambing itu, tambah Cak Madra'i kembali menggoda pikiranku.
Pertanyaan sampeyan itu ada ada saja ya. Tapi asyik juga hehe....
Saya mencari cara menjawab yang membuat Cak Madra'i yang juga jagoan silat itu bisa terhibur.
Susah juga jawab sampeyan Cak. Tapi coba saya jawab sebisa saya ya. "Ya monggo, namanya juga bertanya...terserah sampeyanlah, "tutur Cak Mad.
Begini. Dalam perspektif sejarah turunnya Al-Quran, Tuhan itu hanya memberikan akal kepada manusia. Sedang hewan dan binatang serta tumbuhan tidak diberikan akal. Maksud Tuhan agar manusia itu betul-betul berada dalam posisi Ahsani takwim (ciptaan yang paling paripurna). Itu juga dimaksudkan agar kelakuan manusia tidak seperti kelakuan hewan atau binatang buas.
Tapi kok manusia masih banyak yang buas juga Cak? Misalnya ada yang kalau jadi pejabat rakusnya bukan main," Sela Cak Madra'i.
Nah, tunggu dulu penjelasannya, kan saya belum selesai. "Maap Cak, Maap, monggo dilanjut." pinta Cak Madra'i.
Dalam alQuran juga Allah memberi peluang bagi manusia buntuk bersikap seperti binatang bahkan dibawah binatang. Posisi itu disebutkan bahwa posisi yang meruntuhkan seluruh martabat manusia. Quran menyebutnya asfala saafilin. Mengapa, karena manusia sendiri yang melucuti keistimewaan akal yang merupakan anugerah Allah itu. Mereka berpindah ketaatan pada iblis atau setan.
Nah, pejabat-pejabat yang melucuti ketundukan pada Allah dan mengubah ketundukan itu dengan ketakutan padq jabatannya. Pejabat yang demikian itu pasti akan kehilangan kehormatan dalam masyarakat yang berakal sehat.
Sampai disini Cak Mad paham khan?
Oke Cak, sampai disini dulu obrolan kita. Lanjut besok lagi ya Cak!
Soal Kambing Punya Akal itu gimana Cak. Yo sabar dulu, besok kita ngopi-ngopi lagi ya.