Ketika Imam Syafi’i Jadi Syuriah NU, Imam Ghazali Tanfidziyahnya
KH As’ad Syamsul Arifin, Pendiri Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo Jawa Timur. Sosok ulama kharismatik yang menjadi saksi utama berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Kiai As’ad inilah yang diutus Syaikhona Kholil Bangkalan untuk menyampaikan isyarat kepada Hadratusysyaikh Kiai Hasyim Asy’ari ketika hendak mendirikan NU. Isyarat itu berupa tasbih, tongkat dan ayat Al-Quran.
Karena kecintaannya pada NU, Kiai As’ad tak pernah surut sedikit pun dalam berjuang di NU. Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo yang diasuhnya menjadi tonggak NU ketika merumuskan hubungan Islam dan Pancasila pada tahun 1983 dan 1984. Banyak sekali peristiwa penting yang terjadi di NU, Kiai As’ad selalu menjadi saksi hidup yang terus berjuang tanpa mengenal lelah sedikit pun.
Kisah heroisme Kiai As’ad dalam perjuangannya di NU ditegaskan sangat gamblang dalam buku “Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat” yang diterbitkan PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Dalam buku itu, tepatnya di halaman 51, Kiai As’ad dikisahkan berikut ini:
“Pada tahun 1971, Kiai As’ad menjadi juru kampanye partai NU di Alun-alun Situbondo. Ayahanda KH Fawaid As'ad ini tak banyak bicara, hanya 15 menit.
“Saya tak mungkin keluar dari NU dan akan tetap mencoblos NU. Mengapa? Karena saya pernah mimpi berjumpa Imam Syafi’i dan Imam Ghazali. Dalam mimpi tersebut, seolah-olah Imam Syafi’i menjadi syuriah NU, sedangkan tanfidziyah Imam Ghazali. Karena itu, kalau sampeyan mengikuti kedua imam tersebut, harus mencoblos NU!” kata Kiai As’ad berapi-api.
Begitulah, mimpi Kiai As’ad tentang Imam Syafi’i Jadi Syuriah NU, Tanfidziyahnya Imam Ghazali
Dalam buku itu, kisah lain tentang Kiai As’ad diceritakan Cholid Mawardi, salah satu mantan ketua umum GP Ansor. Cholid Mawardi pernah mendapatkan kisah langsung dari Kiai As’ad, bahwa kalau kampanye di Madura tidak perlu banyak bicara. Sambil menenteng pedang dan celurit, lalu berkata:
“Kalau mau pilih NU berarti ikut saya. Yang tak ikut berarti menentang saya. Yang menentang saya, ayo berkelahi,” kata Kiai As’ad.
Bagi Chalid Mawardi, apa yang disampaikan Kiai As’ad sekedar guyonan saja, karena sejatinya yang lebih penting adalah ketokohan dan kehebatan harus ditunjukkan ketika berhadapan dengan masyarakat, khususnya di Madura. Jangan hanya pandai bicara saja, karena masyarakat butuh bukti bukan janji. Pesan Kiai As’ad ini ditujukan kepada Ansor dan kaum muda NU agar mempersiapkan diri secara fisik dan mental untuk tampil sebagai pemimpin nasional dan mampu memimpin rakyat banyak.
Dalam kisah lain lagi, Kiai Wahab Chasbullah pernah mengutus Kiai As’ad untuk sowan kepada Sunan Ampel, yakni menyampaikan surat Kiai Wahab kepada Sunan Ampel menjelang berdirinya NU. Surat itu diletakkan di atas makam Sunan Ampel. Tak lama kemudian, Kiai Wahab menegaskan bahwa Sunan Ampel telah merestui berdirinya jam’iyyah yang bernama NU.
Dalam kisah lain juga, Kiai As’ad pernah bercerita bermimpi dengan Nabi Muhammad dan para Ulama besar.
“Orang-orang yang hadir disuruh ikut Kiai Hasyim. Setelah itu, saya melihat Kiai Hasyim terbang memutari Ka’bah. Setelah mendapat 7 putaran, beliau turun duduk di atas maktab. Setelah itu, yang ada hanya saya dan Kiai Hasyim. Lalu beliau mengajak saya pergi, sampai di pintu Baitullah, mendadak pintu langit terbuka.”
Begitulah sosok Kiai As’ad Syamsul Arifin. Semangatnya dalam berjuang di NU menjadi teladan bagi para kader NU saat ini untuk terus mengembangkan diri dan menguatkan perjuangan NU dalam rangka memberikan kemaslahatan bagi bangsa dan negara.
Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa alaa aaliih wasohbihi wa sallim wabaarik alaih.