Ketika Dalil Kehilangan Konteks, Ini Kisah Ustadz Ma’ruf Khozin
"Memang kadang ada dijumpai orang yang mungkin salah dalam tawassul, maka tugas kitalah untuk membimbing mereka sehingga menjadi Muslim yang sebenarnya," ustadz M Ma'ruf Khozin.
Masih dalam suasana pasca-Idul Fitri dalam bulan Syawal. Dalam suatu kesempatan Halal Bihalal Lintas Ormas Islam, Ustadz M Ma’ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo Surabaya, berkisah tentang sejumlah juru dakwah yang kurang tepat dalam menggunakan dalil. Bahkan, nyaris kehilangan konteksnya.
Untuk memperjelas hal itu, berikut penuturan Ustadz Ma’ruf Khozin, yang juga Tim Aswaja NU Center Jawa Timur, pada ngopibareng.id:
Meski datang terlambat saya masih bisa menikmati mauidzah dari Ust Mudzaffar Lc, beliau banyak menyampaikan pesan pentingnya persatuan di antara ormas Islam. Beliau mengingatkan agar memposisikan secara tepat antara hal prinsip akidah dan khilafiyah dalam hal ijtihad. Menurut beliau selama ini kedua masalah tersebut terbolak-balik.
Beliau mencontohkan, ada orang tidak shalat, tidak puasa, tidak melakukan ibadah apapun, ternyata aman-aman saja, tidak ada yang menggubris. Namun ketika dia bertaubat dan mulai belajar ke masjid, saat ia belajar shalat sudah jadi masalah bagi yang lain, karena apakah dia pakai 'ushalli', posisi tangan sedekapnya di dada atau di atas pusar, basmalahnya keras atau lirih, kala tahiyat telunjuknya bergerak atau diam, Subuh pakai qunut atau tidak dan seterusnya. Karena ketika ia menapaki ibadah menjadi serba sulit, akhirnya balik lagi seperti semula, supaya aman dan tidak disalahkan.
Berikutnya saya terkejut karena tiba-tiba nama saya dipanggil oleh dua presenter tampan Mas Raga Bagus Satriya dan Mas Dani Rahmat . Saya hanya bisa meneruskan agar tidak sampai terlalu melebar perbedaan pendapat. Bagaimana caranya? Yaitu cara penafsiran terhadap dalil supaya tidak terlalu jauh dengan melepas konteks ayat tersebut diturunkan.
Hal ini berdasarkan kutipan Imam Syatibi:
ﺭﻭﻯ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ ﻋﻦ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ اﻟﺘﻴﻤﻲ؛ ﻗﺎﻝ: "ﺧﻼ ﻋﻤﺮ ﺫاﺕ ﻳﻮﻡ؛ ﻓﺠﻌﻞ ﻳﺤﺪﺙ ﻧﻔﺴﻪ: ﻛﻴﻒ ﺗﺨﺘﻠﻒ ﻫﺬﻩ اﻷﻣﺔ ﻭﻧﺒﻴﻬﺎ ﻭاﺣﺪ، ﻭﻗﺒﻠﺘﻬﺎ ﻭاﺣﺪﺓ ؟ ﻓﺄﺭﺳﻞ ﺇﻟﻰ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ؛ ﻓﻘﺎﻝ: ﻛﻴﻒ ﺗﺨﺘﻠﻒ ﻫﺬﻩ اﻷﻣﺔ ﻭﻧﺒﻴﻬﺎ ﻭاﺣﺪ ﻭﻗﺒﻠﺘﻬﺎ ﻭاﺣﺪﺓ؟ ﻓﻘﺎﻝ: اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ! ﺇﻧﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﻋﻠﻴﻨﺎ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻘﺮﺃﻧﺎﻩ، ﻭﻋﻠﻤﻨﺎ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﺰﻝ، ﻭﺇﻧﻪ ﺳﻴﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪﻧﺎ ﺃﻗﻮاﻡ ﻳﻘﺮءﻭﻥ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻭﻥ ﻓﻴﻤﺎ ﻧﺰﻝ، ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻟﻬﻢ ﻓﻴﻪ ﺭﺃﻱ، ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻥ ﻟﻬﻢ ﻓﻴﻪ ﺭﺃﻱ اﺧﺘﻠﻔﻮا، ﻓﺈﺫا اﺧﺘﻠﻔﻮا اﻗﺘﺘﻠﻮا. ﻗﺎﻝ: ﻓﺰﺟﺮﻩ ﻋﻤﺮ ﻭاﻧﺘﻬﺮﻩ؛ ﻓﺎﻧﺼﺮﻑ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﻭﻧﻈﺮ ﻋﻤﺮ ﻓﻴﻤﺎ ﻗﺎﻝ؛، ﻓﻌﺮﻓﻪ ﻓﺄﺭﺳﻞ ﺇﻟﻴﻪ؛ ﻓﻘﺎﻝ: ﺃﻋﺪ ﻋﻠﻲ ﻣﺎ ﻗﻠﺖ. ﻓﺄﻋﺎﺩﻩ ﻋﻠﻴﻪ؛ ﻓﻌﺮﻑ ﻋﻤﺮ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﺃﻋﺠﺒﻪ"
Umar bin Khattab, suatu hari, merenung seorang diri di suatu tempat yang sepi. “Mengapa masyarakat muslim sering konflik, dan bertengkar, padahal Nabinya sama dan kiblatnya juga sama”, begitu kata hatinya. Tiba-tiba Abdullah bin Abbas, lewat dan melihat Umar bin al-Khattab. Ia adalah sahabat yang didoakan Nabi “semoga dia diberikan pengetahuan tentang agama dan cara memahami teks agama”. Ia menghampiri dan menanyakan kepada Umar ; ”apakah gerangan yang sedang engkau pikirkan, wahai Amir al-Mukminin”. Umar lalu menyampaikan isi pikiran di atas. Ibnu Abbas mencoba berbagi pendapat:
“Tuan Amirul Mukminin yang terhormat. Teks-teks suci Al-Qur’an diturunkan kepada kita, kita membaca dan memahaminya. Kita mengetahui dalam hal apa dan bagaimana ia diturunkan. Kelak di kemudian hari orang-orang sesudah kita (generasi demi generasi) juga akan membaca al-Qur’an, tetapi mereka tentu tidak mengetahui dalam hal apa dan bagaimana ia diturunkan. Masing-masing orang itu lalu berpendapat menurut pikirannya sendiri-sendiri. Di antara mereka kemudian ada yang saling menyalahkan satu atas yang lain, dan sesudah itu mereka (boleh jadi) akan saling membunuh (atau bermusuhan)”. Umar menghardik Ibnu Abbas: bah, kau jangan berbicara sembarangan!”. Maka Ibnu Abbas pulang meninggalkannya sendirian. Umar merenungi kata-kata sahabat mudanya itu. Ia lalu memanggilnya dan memintanya mengulangi kata-katanya. Umar membenarkannya sambil mengaguminya sebagai kebenaran yang perlu dipegang dan dijadikan dasar.” (Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat, III/348).
Saya memberi contoh: "Masak kami datang ke makam Ampel langsung divonis dengan ayat kaum Musyrikin yang menyembah berhala", hadirin tertawa.
"Memang kadang ada dijumpai orang yang mungkin salah dalam tawassul, maka tugas kitalah untuk membimbing mereka sehingga menjadi Muslim yang sebenarnya". (adi)