Ketika Allah Ta'ala dan Rasulullah pun Tertawa
Islam yang terkesan berwajah seram, selalu terbantahkan dengan sikap umatnya yang selalu ramah dan berbahagia berbagi sesama. Senyum menjadi bagian indah dalam bersedekah: bila tak ada harta cukup tersenyum menjadi bernilai ibadah.
Lalu benarkah Allah Subhanahu wa-ta'ala (SWT) tak pernah ketawa? Demikian Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW), bilamana ketawa?
Ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Tuhan juga tertawa. Namun, yang pasti tertawanya Allah tidak sama dengan semua makhluk ciptaannya. Seorang badui dalam sebuah kisah juga pernah bertanya kepada Rasulullah SAW terkait hal ini.
Dalam buku “Tawa ala Rasulullah: 101 Canda dan Tawa Muhammad SAW”, sebagaimana dinukilkan dalam kitab Al-Iktifa fi Maghazi Rasulillah Wa Maghazi At-Tsalatsah Al-Khulafa’ dikisahkan:
قال أبو الربيع بن سالم في كتابه المسمى بـ\" الاكتفاء في مغازي رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-ومغازي الثلاثة الخلفاء\" ولما رجع رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-من تبوك قدم عليه وفد بني فَزَارة بضعةَ عشر رجلاً، فيهم خارجةُ بن حصن، والحُرٌّ بن قيس بن حِصن ابن أخي عُيينة بن حصن، وهو أصغرهم، فنزلوا في دار رملة بنت الحارث, وجاؤوا رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ- مقرين بالإسلام, وهم مُسنتون على ركاب عجاف, فسألهم رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-عن بلادهم فقال: أحدهم يا رَسُول اللهِ أَسنَتَت بلادُنا, وهلكت مواشينا, وأجدب جَنَابُنَا, وغَرِثَ عيالُنَا فادعُ لنا ربَّك يُغيثنا, واشفع لنا إلى ربك, وليشفع لنا ربك إليك, فقال رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-: (سبحان الله ويلك هذا! أنا أشفعُ إلى ربي-عز وجل-فمن ذا الذي يشفعُ ربٌّنا إليه؟ لا إله إلا هو العظيم, وسع كرسيه السماوات والأرض, فهي تّئِطُ من عظمته وجلاله, كما يَئط الرَّحل الجديد). وقال رَسُول اللهِ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-: (إن الله-عز وجل-ليضحكُ من شَفَقِكم وأَزلِكُم وقُربِ غياثِكُم). فقال الأعرابي: يا رَسُول اللهِ ويضحك ربنا -عز وجل-؟ قال: (نعم). فقال الأعرابي: لن يَعدِمَكَ من ربِّ يضحكُ خيرٌ. فضحكَ النَّبيّ-صَلَّى اللهُ عليهِ وسَلَّمَ-من قوله
Ketika Rasulullah kembali dari perang Tabuk, beberapa utusan dari Bani Fazarah pergi menghadap Rasulullah. Mereka datang dengan naik unta kurus dan kerempeng, dan sebagian besar dari mereka sudah lanjut usia.
Setelah tiba di Madinah, mereka menginap di rumah Ramlah binti al-Harits dari Kaum Anshar. Maksud kedatangan mereka kepada Nabi adalah untuk menyatakan diri masuk Islam. Rasulullah SAW akhirnya menyambut mereka dengan hangat dan menanyakan daerah asalnya.
Menyambut Rasulullah
Lalu mereka mengadu, “Wahai Rasulullah negeri kami sedang mengalami kekeringan, tanaman-tanaman kami tidak subur karena kegersangan, sanak keluarga kami tidak memiliki pakaian untuk membungkus tubuh mereka, dan binatang-binatang ternak kami pun banyak yang binasa. Karena itu, mohonlah kepada Tuhanmu agar berkenan menurunkan hujan kepada kami dan berikanlah syafaat Tuhanmu untuk kami. Maka Tuhanmu pun akan memberikan syafaat kepadamu.”
Rasulullah SAW menjawab, “Mahasuci Allah, jagalah bicaramu. Aku tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan syafaat Tuhanku kepada siapapun selain atas izin-Nya, karena tiada yang dapat memberikan syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan kursi Allah (ilmu Allah dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dialah Allah yang berhak memberikan syafaat dengan kebesaran dan keagungan-Nya, sebagaimana dia memberikan syafaat kepada orang yang baru masuk agama-Nya,” jelas Rasulullah.
Rasulullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah tertawa karena sifat belas kasih-Nya untuk kalian, dahulunya rahmat-Nya untuk kalian dan dekatnya pertolongan-Nya untuk kalian.”
Mendengar penjelasan Rasulullah ini, maka salah seorang Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita tertawa?”. “Ya” jawab Rasulullah meyakinkan. Si Badui bertanya lagi, “Kalau begitu kami tidak akan pernah menyesal. Sebab tawa Tuhan tentulah pertanda baik,” Rasulullah pun tertawa mendengar perkataan si Badui ini.