Keterkaitan Politik dan Hukum Internasional, Bahasan Pakar di UI
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Damos Agusman mengatakan, eksistensi negara dilingkupi peningkatan kekuatan oleh negara besar di kawasan, khususnya kawasan Asia Tenggara.
Ia menyebut kini negara-negara lebih tertarik dengan might creates right dibanding dengan right creates might.
“Saat ini kita menghadapi sebuah situasi dimana hukum internasional sedang berhadapan dengan kekuatan politik”, tutur Damos Agusman, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Selasa 28 Oktober 2019.
Damos Agusman mengungkapkan hal terkait pembukaan Konferensi Center for International Law Studies (CILS) yang mengambil tema “Politics and International Law: Confluence Role”, Selasa 28 Oktober 2019. Acara diikuti para pakar hukum internasional dan peserta civitas akademika dari berbagai negara.
Damos Agusman mengungkapkan hal itu, berkenaan dengan peningkatan kekuatan oleh negara besar di kawasan.
Damos lebih lanjut menyampaikan, Indonesia saat ini telah terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB untuk periode 2019-2020 dan baru saja terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB untuk masa tugas selama 3 tahun.
"Melalui kiprah di tingkat internasional, Indonesia berupaya untuk membangun sebuah kemitraan global untuk mendukung upaya pertumbuhan ekonomi melalui keamanan internasional," tambahnya.
Dalam konferensi yang akan berlangsung selama dua hari ini, Kemlu juga menyampaikan paparan mengenai keanggotaan tidak tetap Indonesia pada DK PBB dan implementasi Resolusi DK PBB di tataran nasional.
Konferensi CILS ke-10 menghadirkan 28 pembicara dan dihadiri oleh 150 peserta yang mewakili 7 negara dari berbagai belahan dunia.
Konferensi membahas berbagai isu-isu strategis mengenai perpaduan hukum internasional dan politik internasional dalam berbagai isu. Seperti investasi dan perdagangan, pemulihan aset, kelautan dan pengelolaan lingkungan, perikanan, pembangunan berkelanjutan, hukum laut, migrasi, hukum internasional privat.
Kegiatan Konferensi CILS ke-10 merupakan hasil kerja sama Kementerian Luar Negeri dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. CILS didirikan pada tahun 2013 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang bertujuan untuk mengkaji permasalah hukum internasional khususnya yang memiliki dampak pada kehidupan dan bernegara Indonesia, termasuk menganalisis apakah hukum internasional yang mengikat Indonesia telah diimplementasikan secara efektif.
Advertisement