Keselamatan Jiwa Plus dalam Tata Kelola Haji
Oleh: Akh. Muzakki
Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya; Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024
Apa yang Anda lakukan jika luasan area berkurang, sementara jumlah pengunjung lebih banyak dari biasanya? Apakah Anda akan mengusir para pengunjung itu? Atau sebaliknya, Anda akan memasuk-masukkan mereka semua? Atau Anda akan maki-maki luasan area yang berkurang itu?
Pertanyaan-pertanyaan di atas penting direfleksikan. Oleh siapapun yang sedang bergelut dengan tanggung jawab besar. Besar di sini bukan dalam hitungan ribuan atau puluhan ribu orang yang harus dijaminselamatkan. Tapi ratusan ribu. Mereka harus diurus sata harus berpindah dari satu lokasi ke lainnya. Mereka harus berkumpul di tempat yang sama dan pada waktu yang sama pula.
Karena itu, mengelola orang dalam jumlah ratusan ribu pasti tak sama dengan hanya ribuan atau bahkan puluhan ribu. Jangan pernah disamakan. Hanya kedunguan yang bertindak menyamakan. Hanya kepandiran yang mendorong praktik salah kaprah dalam melihat pengelolaan orang dalam jumlah sebesar itu. Apalagi jika kedunguan dan kepandiran itu dilakukan dari jarak jauh. Pasti akan lahir kepandiran-kepandiran lanjutan dalam melahirkan keputusan penilaian.
Bayangkan, Anda adalah event organizer atau EO. Anda harus mengelola semua potensi dan tantangan seperti yang diuraikan di atas itu secara baik dan maksimal. Event pameran bisa berlangsung dengan baik. Hasil kerja pun maksimal. Tak ada tragedi kemanusiaan. Tak terjadi insiden kerusuhan. Alih-alih, semua puas dan terpuaskan.
Mari bayangkan, makin sempitnya area pameran dan dan makin membludaknya pengunjung itu terjadi pada tempat dan waktu yang sama, seperti uraian di atas. Jika Anda mengusir para pengunjung yang sudah memutuskan untuk datang dari rumah untuk kebutuhan khusus itu, maka berarti Anda telah menyakiti nilai kemanusiaan para pengunjung itu.
Tapi, jika Anda memasuk-masukkan semua pengunjung itu, Anda sama dengan mendorong mereka masuk ke jurang bencana akibat kepadatan tinggi yang tak karuan.
Urusan Ruang Pameran
Belum lagi urusan suhu ruang pameran. Jangan dibayangkan bahwa pameran itu dilaksanakan di hotel berbintang. Penuh fasilitas ber-AC. Semua serba dingin. Toilet modern. Sehingga semua pengunjung dan atau petugas pameran bisa mengenakan pakaian terbaik. Seperti berjas. Berkemeja mahal. Penuh wewangian. Karena parfum selalu tercium semerbak. Dan semua pun membawa tumbler minuman. Semua bekal makan dan minum tersedia dengan baik. Dan tentu yang datang di pameran itu sudah berbekal maksimal.
Hanya, yang harus Anda hadapi begini. Ruang pameran itu di area terbuka. Tanpa tenda. Tanpa fasilitas ber-AC. Di situ pengunjung harus bertahan untuk waktu yang lama. Terik matahari superpanas. Sangat menyengat sekali. Salah-salah bisa menyebabkan heat stroke yang datang. Karena ukuran panasnya tak wajar. Anda yang berada di area pameran itu tak terbiasa dengan suhu yang superpanas sekali itu. Terik mentari tak bisa dikondisikan.
Dan Anda harus melaksanakan event pameran itu dalam situasi dan kondisi seperti itu. Tak boleh berantakan. Tak boleh acak-acakan. Tak boleh asal terlaksana. Alih-alih, event pameran itu harus sukses. Karena event pameran itu menjadi kebutuhan banyak orang. Dalam waktu yang sama dan tempat yang sama pula. Bukan hanya untuk kepentingan Indonesia saja. Tapi bangsa-bangsa di dunia. Karena jumlah pesertanya jutaan orang.
Bayangkan diri Anda adalah event organiser itu. Lalu, apa yang harus Anda lakukan? Maka, kata kuncinya adalah teta Kelola yang baik. Good governance, kata Orang Barat modern. Event pameran itu dikelola dengan baik. Lalu, apa yang dipertimbangkan? Event berlangsung lancar. Hasil maksimal. Tidak ada kejadian menonjol. Indikatornya sederhana. Tak ada korban jiwa. Itu ekstremnya. Normalnya, keselamatan jiwa pengunjung terjaga selama pameran berlangsung. Semua yang hadir terpuaskan. Dan kebutuhannya tertunaikan.
Maka dalam kaitan ini, Anda tak bisa hanya memperbanyak pengunjung. Atau bahkan sebaliknya, mengusir mereka. Anda juga tak bisa hanya mempertimbangkan suksesnya acara tanpa menghitung nilai kemanusiaan di baliknya. Lalu, di mana nilai kemanusiaan itu? Keselamatan jiwa pengunjung.
Anda sangat lacur jika sebagai event organiser Anda hanya berlomba dengan banyak-banyaknya pengunjung-peserta. Anda sangat ironis jika hanya berpikir untuk bisa memasukkan pengunjung-peserta dari keluarga atau kenalan Anda ke dalam area pameraan yang begitu penting tanpa mempertimbangkan urusan keselamatan jiwa semua pengunjung di dalam area pameran. Anda pasti akan nista jika pertimbangan kemanusiaan, termasuk keselataman jiwa pengunjung, tak engkau jadikan pertimbangan utama dalam menyelenggarakan event pameran itu.
Ilustrasi di atas hanya pengantar saja. Bayangkan itu terjadi pada event superbesar yang bernama haji. Di luar urusan teknis seperti dalam ilustrasi di atas, ada urusan yang tak kalah besarnya: peribadatan. Ada urusan spiritual di sana. Ada persoalan kewajiban peribadatan di dalamnya. Salah tata kelola peribadataan, keabsahan ibadah bisa terancam. Padahal, urusan peribadatan ini sebetulnya ruhnya haji yang tak biasa. Karena tidak bisa dilakukan hanya dengan pemahaman dan kacakapan peribadatan. Ada soal lain yang tak kalah pentingnya. Utamanya kesehatan dan keselatamatan jiwa.
Mari bayangkan, jika ibadah di Arafah berantakan. Alasannya macam-macam. Banyakya jumlah jemaah tak sebanding dengan fasilitasi yang ada. Atau karena panas yang tak bisa dinegosiasaikan lagi. Atau di Muzdalifah. Semua numplek blek. Mina jaded yang sebelumnya dipakai, tak lagi digunakan. Area mabit di Muzdalifah jadi makin sempit. Jumlah jemaah makin banyak. Mereka berada dalam suhu yang sangat panas sekali.
Bayangkan seandainya Anda berada di Mina. Tapi urusan fasilitasi dan kewenangan pengaturan bukan menjadi kewanangan Anda. Itu kewenangan mutlak kerajaan Arab Saudi. Tentu pemerintah kerajaan Arab Saudi juga telah memikirkannya. Tapi yang dipikirkan tentu bukan hanya kepentingan jemaah haji dari negara tertentu. Melainkan, semuanya. Tentu, banyak hal dipertimbangkan hingga situasinya memang makin sulit. Yang bisa dilakukan adalah mengelola dengan baik.
Di stulah keceradasan berlipat dibutuhkan. Pertimbangannya berlapis. Mulai urusan jaminan keabsahan peribadatan. Fasilitasi yang terutamakan. Juga jauh lebih penting dari itu semua adalah keselamatan jiwa yang terjagakan. Tiga pertimbangan itu menyatu dan harus terefleksikan dalam setiap pengelolaan tahapan ibadah haji.
Untuk itulah, mengapa kuota tambahan sebanyak dupuluh ribu tak semuanya diorientasikan ke jemaah haji regular. Kuota tambahan itu dibagi separuh untuk regular dan separuh sisanya untuk haji khusus. Sebab, kalau semuanya ditumpahkan ke haji regular, keselamatan jiwa jemaah haji akan menjadi ancaman. Arafah yang luasannya berkurang makin sempit. Muzdalifah yang areanya berkurang karena Mina Jadid tak lagi digunakan akan berbahaya bagi ratusan ribu jemaah haji Indonesia. Karena itu, murur atau melintas menjadi kebijakan resmi dan diterapkan tahun haji 1445 H/2024 itu.
Semua itu urusan keselamatan jiwa. Hifdzun nafs jadi pertimbangan utama. Baru setelah itu urusan teknis lainnya. Maka, menjamin kemanusiaan haji jangan dilupakan. Menjamin keselamatan jiwa Jemaah haji adalah hal utama. Itu pelajaran utama yang bisa ditarik dari tata kelola penyelenggaraan haji tahun 1445 H/2024 itu. Tentu, berikutnya adalah urusan kepuasan jemaah. Di bidang apapun. Mulai dari fasilitasi peribadatan hingga layanan konsumsi. Semua dipertimbangkan dengan jeli. Untuk mejamin bukan sekadar kepuasan jemaah haji tapi sekaligus keabsahan ibadah mereka.
Bayangkan, jika haji tak dikelola seperti di atas? Bayangkan jika keselamatan jiwa jemaah tak dipertimbangkan, dan engkau hanya mengejar soal ibadah semata? Bayangkan jika engkau hanya berurusan dengan logsitik semata, lalu soal ibadah engkau abaikan dalam pengelolaan haji? Apa jadinya?
Tentu, kebutuhan jemaah haji Indonesia bukan sekadar soal makanan. Kebutuhan jemaah haji Indonesia bukan sekadar soal transportasi. Ada jiwa yang harus dirawat. Ada keselamatan jemaah yang harus dijaga. Ada kesehatan jemaah yang harus dihitung kuat. Dengan begitu, jemaah bisa berhaji dengan baik. Kebutuhan mereka terlayani semua. Kesehatan dan keselamatan jiwa terperlihara. Pulang ke keluarga pun penuh bahagia. Itulah kenikmatan tiada tara. Hasil kerja keras bersama. Untuk haji yang mulia.