Kesehatan Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Era revolusi industri 4.0 memberikan tantangan nyata yang tidak ringan di sektor kesehatan. Selain bonus demografi yang melimpah, tantangan lain juga terdapat pada ranah inovasi teknologi pelayanan kesehatan.
Menurut Ari, kenyataan lain seperti prevelansi penyakit menular terutama TBC masih tinggi. Selain itu, pola hidup yang tidak sehat juga mendorong meningkatnya penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, dan diabetes.
“Tata kelola lingkungan yang buruk jadi catatan seperti polusi udara, air, limbah berbahaya, dan beracun. Ini bisa menimbulkan masalah kesehatan,” ujar Ari.
Hal tersebut mendorong PP KAGAMA menggelar Seminar III Pra-Munas KAGAMA bertajuk “Kesehatan Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0” hari ini Kamis, 19 September 2019 di Gedung Eks DPRD Sulawesi Utara, Jalan Pemuda Nomor 6, Kota Manado, Sulawesi Utara.
Seminar ini merupakan rangkaian Seminar Nasional di lima kota lima pulau (Balikpapan, Semarang, Manado, Medan, dan Bali). Munas XIII KAGAMA sendiri akan dilaksanakan di Bali pada 14-17 November 2019 mendatang. Pada MUNAS tersebut, Presiden Joko Widodo, alumnus Fakultas Kehutanan UGM, dijadwalkan hadir dan membuka Munas secara resmi.
Kabar baiknya, kata Ari, pemerintah telah mendorong inovasi layanan kesehatan. Hal ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, supaya lebih cepat dan menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Salah satunya dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.
Program yang dicanangkan antara lain mempercepat peningkatan akses kesehatan, misalnya pelayanan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (telemedicine), atau istilahnya layanan e-kesehatan.
Pemerintah, kata Ari, juga telah menyiapkan Strategi Nasional e-Kesehatan dalam Permenkes 46/2017. Ada 7 komponen penentu keberhasilan penerapan e-Kesehatan, yaitu: kepemimpinan, strategi dan investasi, pelayanan, standar dan kapabilitas, infrastruktur, kebijakan, dan tenaga kerja.
"Di Tiongkok, misalnya, sudah ada klinik tanpa mempekerjakan tenaga medis. Pelayanannya cepat, 1 menit konsultasi, 1 jam kemudian obat sudah diterima pasien. Lalu bagaimana dengan Indonesia?" ujar Ari.
Titik tolaknya adalah teknologi terus berkembang, bahkan semakin maju dengan tingkat kecepatan tinggi. Yang ideal, kata Ari, yaitu teknologi maju namun terjangkau, tidak menyebabkan jurang kesenjangan, mesti semakin murah, mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, serta diterima oleh masyarakat dan profesi kesehatan.
"Kemajuan teknologi mesti diimbangi dengan regulasi yang adaptif, kolaboratif, menjunjung tinggi etika, edukasi kepada masyarakat, profesi kesehatan serta regulator," ujar Ari.
Pihaknya mencontohkan, salah satu hasil kerja nyata pemerintah dalam inovasi teknologi pelayanan kesehatan yaitu sistem informasi berbasis komputasi oleh BPJS Kesehatan.
"Kalau dulu pasien datang mencatat manual, sekarang dengan sistem komputasi yang terintegrasi dengan data dari Kementerian Dalam Negeri, pasien tak perlu mencatat dengan mengulang-ulang. Caranya simpel, tinggal unduh aplikasi Mobile JKN berbasis IOS atau android, kita bisa isi data dari mana saja, dan terintegrasi. Lebih mudah dan cepat. Di dalamnya juga ada info-info terupdate soal BPJS Kesehatan. Ini harus terus kita pertahankan dan tingkatkan" kata Ari.
Menurut Ari, masyarakat perlu turut serta merefleksikan kondisi dan kesiapan sektor kesehatan Indonesia guna menghadapi Revolusi Industri 4.0. Supaya visi SDM unggul Indonesia maju bisa segera diwujudkan dengan sinergi antara masyarakat dan pemerintah.
Dalam seminar ini, Menteri Kesehatan RI Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek akan hadir sebagai keynote speaker. Menteri Kesehatan antara lain akan memaparkan persoalan-persoalan kesehatan nasional dan langkah-langkah strategis yang sudah dan perlu diambil pemerintah dalam menyiapkan revolusi industri 4.0.
Selain Menteri Kesehatan, pembicara yang akan hadir yaitu: Ahmad Noroel Cholis (Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur), Krisnajaya (Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia/ADINKES), Prih Sarnianto (Dosen dan peneliti Universitas Pancasila) dan Budiono Santosa (Dosen Fakultas Kedokteran UGM).
Untuk mempertajam jalannya seminar hadir juga tiga orang pembahas yaitu: Kirana Pritasari (Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI); Nova Riyanti Yusuf (Anggota DPR RI/ Dokter Kesehatan Jiwa); Debie K.R. Kalalo (Kadinkes Provinsi Sulawesi Utara); dan Rinny Tamuntuan (Kadinsos Provinsi Sulawesi Utara). Adapun yang menjadi moderator adalah Susan Margeret Palilingan (Presenter dan Kepala Kantor Perwakilan Kompas TV Manado).
Seminar ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat Manado. Sampai H-1 jumlah yang sudah mendaftar ikut seminar sebanyak 575 peserta dari berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan status sosial.
Ari menambahkan, hasil dari seluruh rangkaian seminar akan disampaikan kepada pemerintah sebagai kontribusi nyata KAGAMA untuk pembangunan bangsa.
Advertisement