Kesaksian Para Gus: Saat Malaikat Menyambut Mbah Moen
Meninggalnya ulama sepuh karismatik KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) disambut duka yang mendalam oleh sebagian besar umat muslim. Mbah Moen wafat di sela menunaikan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi, Selasa 6 Agustus 2019.
"Innalillahi wa inna ilahi raji'un. Nembe mawon kapundut Simbah Maimoen Zubair wonten Makkah (baru saja wafat Syekh Maimoen Zubair di Makkah)," kata Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU KH Abdul Ghafarrozin.
Tak hanya umat Islam yang berduka, langit Arab Saudi yang semula terik, hari ini begitu teduh. Bahkan rintik hujan dikabarkan sempat turun di negara tersebut
“Sesuatu yang tidak biasanya di Masjidil Haram, sebelum subuh mendung kemudian gerimis dan berkabut bercampur mendung sampai dhuha. Padahal biasanya sangat panas. wallahuaklam,” tulis seorang kerabat Mbah Moen dalam pesan singkat yang diterima ngopibareng.id.
Kabar meninggalnya Mbah Moen juga langsung viral, salah satunya dibahas di group WhatsApp Asparagus, atau group yang diisi para Gus atau putra Kiai Nusantara. Salah seorang Gus bahkan menceritakan betapa dinginnya udara di Arab Saudi menyambut meninggalnya Mbah Moen.
“Bersama Hujan, dan saat inipun tampak kabut putih suci menyelimuti seakan mengiringi meninggalnya Mbah Moen,” tulis seorang Gus yang memiliki pesantren besar di Jawa Tengah.
“Niki di luar hotel kiswah melihat ke langit begitu sejuk, merinding. Seperti malaikat sami mandap (turun),” ujar Gus asal Sragen yang mendampingi Mbah Moen di Mekah.
Seorang Gus juga bersaksi bahwa semasa hidupnya pernah minta didoakan meninggal di hari Selasa saat menunaikan ibadah haji. Karena para ahli ilmu itu biasanya meninggal di hari selasa. “MasyaAllah semuanya diijabahi Allah,” ujar Gus dari Jawa Timur ini.
Sementara itu, mengutip NU online, Ulama yang akrab disapa Mbah Moen ini merupakan salah satu dari anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang tahun 2015 lalu.
Kiai Haji Maimoen Zubair merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik(penggerak). Selama ini, Kiai Maimoen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih. Hal ini, karena Kiai Maimoen menguasai secara mendalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Ia merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Kiai Maimoen lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928. Kiai sepuh ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Kiai Maimoun merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Kiai Zubair merupakan murid dari Syekh Saíd al-Yamani serta Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama Kiai Maimoen Zubair sangat kuat. Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, Kiai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimoen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimoen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Kiai Maimoen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Kiai Maimoen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimoen Zubair diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Kiai Maimoen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Kiai Maimun merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak.
Advertisement