Kesaksian Bripka Iwan Sarjana, Disandera 30 Jam oleh Napi Teroris di Mako Brimob
Bripka Iwan Sarjana adalah satu-satunya korban selamat dari sandera napi teroris (napiter) Rutan Salemba cabang Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Nyaris 30 jam Iwan jadi sandera narapidana teroris yang mengamuk dan membabi buta. Nasib Iwan sama seperti sander lainnya. Ia diikat dan disiksa oleh para napiter yang mengusai blok tahanan saat itu, Selasa 8 Mei 2018.
Iwan selamat namun lima rekannya tidak. Lima polisi yang gugur yakni Bripda Wahyu Catur Pamungkas, Bripda Syukron Fadhli Idensos, Ipda Rospuji, Bripka Denny, dan Briptu Fandi. Mereka mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa Anumerta (KPLBA).
Saat beberapa temannya yang lain tewas dengan cara sadis, Iwan justru masih diberi kesempatan dan menjadi saksi hidup kejamnya perlakuan para napiter tersebut.
Iwan pun memberikan kesaksian mengenai apa yang ia alami di dua hari mencekam pada acara Indonesia Lawyers Club tvOne, Selasa (15/5/2018).
Iwan hingga kini masih menjalani perawatan di rumah sakit. Ia membagikan kesaksiannya melalui video yang direkam di RS Bhayangkara R Said Sukanto, Jakarta. Kondisi tubuhnya masih lemah dan dipenuhi perban.
Dilihat dari video yang diunggah pada saluran Youtube Indonesia Lawyers Club tvOne, Iwan tampak menjelaskan kejadian itu dengan lancar.
Ia mengawali video itu dengan menceritakan suasana saat dirinya tengah disandera. “Saat disandera, saya ditutup mata, tidak bisa melihat tidak bisa bergerak, kaki diikat tangan diikat,” ujarnya.
Iwan menceritakan apa yang ia dengar dari para napiter yang menyanderanya, bahwa rekan-rekannya sudah dieksekusi karena menolak diinterogasi.
“Saya mendengar salah satu teroris itu bicara, di situ ada temanmu, adekmu yang masih muda itu, saya eksekusi, saya interogasi tidak mau, dia meminta langsung saja ditembak mati daripada saya diinterogasi, seperti itu,” jelasnya.
Iwan juga mengatakan dirinya tidak mengenal siapa teroris yang berbicara seperti itu. “Saya tidak kenal karena saya ditutup mata saya, tidak mengenalinya,” ucap dia.
Selanjutnya, Iwan menceritakan suasana di Mako Brimob saat itu yang begitu mencekam. “Sangat mencekam sekali, diantara hidup dan mati,” ujarnya.
Ia seketika mengingat keluarga di rumah dan sepertinya tidak akan bertemu lagi. “Saya ingat keluarga saya di rumah, saya nggak akan pernah bertemu lagi dengan mereka,” sambungnya.
Namun dalam suasana di antara hidup dan mati itu, rupanya Iwan masih menyimpan harapan dirinya bisa selamat.
“Terus saya berharap ada yang membebaskan saya, dari pimpinan, rekan-rekan semua, mengetahui kalau di dalam itu masih ada anggotanya yang hdup. Itu saja yang saya berharap dan berdoa sama Allah. Agar pimpinan memikirkan ke depan seperti apa langkah-langkah terhadap saya, sampai akhirnya saya dibebaskan,” kenangnya.
Iwan juga menjabarkan apa saja yang ia alami selama lebih dari 30 jam berada dalam sandera. “Saya disekap, diikat, saya berpikir persentase saya 99 persen mati satu persennya hidup. Nah, satu persen itulah Allah kasih kepada saya. Allah yang pandai membolak-balikkan hati seseorang,” ujarnya.
Selama dalam peyanderaan, ia mengatakan kalau dirinya tak pernah putus berdzikir dan berdoa. “Saya piker kalau memang ini takdir saya harus mati, di sinilah saya mati, tapi kalau memang takdir saya masih hidup, berarti Allah menghendaki saya hidup dan tetap mengabdi kepada polri,” tutur Iwan.
Dirinya dilepas saat para napiter tersebut meminta makanan, di saat itu pula dirinya dibebaskan. Di akhir videonya, Iwan pun memberikan pesannya.
“Saya turut berduka cita atas meninggalnya teman terbaik saya, tim saya, rekan-rekan saya sudah memperjuangkan negara ini hingga titik darah penghabisan saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya sangat menyesal sekali, saya juga berterimakasih pada pimpinan memperjuangkan nasib anak buahnya walaupun saya disandera hingga dilepaskan kembali. Pesan untuk teman-teman kita harus semangat untuk memberantas teroris dan kekejamannya,” pungkas Iwan. (*)