Kerusuhan di Papua, Wiranto Sinyalir Ada Provokator
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mensinyalir ada pihak yang menjadi provokator dalam kerusuhan di Papua.
"Saya sudah terima laporan dari Kapolri, Panglima TNI dan kepala BIN, memang kerusuhan ini ada yang menunggangi, mengompori, memprovokasi, ada yang sengaja mendorong agar terjadi kekacauan," kata Menkopolhukam Wiranto dalam konferensi pers seusai menghadiri rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2019 malam.
Presiden Jokowi memimpin ratas yang dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Kita tahu siapa yang akan dapat keuntungan dari kerusuhan dan kita peringatkan, siapa pun dia, hentikan itu! Karena tindakan itu hanya ingin membuat suasana tidak stabil," kata Wiranto.
Wiranto mengakui sudah mengetahui siapa provokator yang mempengaruhi kondisi Papua tersebut, namun enggan menyebutkan siapa provokator tersebut. "Kita tahu (siapa), jadi kita minta agar (provokasi) dihentikan," kata Wiranto, menegaskan.
Dalam ratas tersebut, Wiranto mengatakan Presiden menekankan tiga hal. Pertama, presiden ingin hukum ditegakkan secara tegas siapa pun melawan hukum baik di Surabaya, Papua, Papua Barat.
"Apakah masalah penghinaan, pelecehan, demo-demo anarkis, pembakaran, tindakan tegas harus dilakukan karena kita negara hukum," kata Wiranto menirukan instruksi presiden.
Kedua Presiden minta agar masyarakat yang tidak bersalah dan tidak tahu masalah agar dilindungi.
"Jangan sampai jadi korban aksi-aksi demo anarkis, artinya beliau lihat ada korban, bahkan aparat keamanan pun jangan sampai represif, tapi persuasif, edukatif, melindungi masyarakat, melindungi objek-objek penting fasilitas negara karena demo-demo anarkis membakar fasilitas negara, fasilitas umum yang digunakan masyarakat sendiri," kata Wiranto.
Ketiga, Presiden memerintahkan agar bangunan-bangunan yang rusak segera diperbaiki agar tidak menggangu kegiatan pemerintahan atau kegiatan umum.
Diberitakan sebelumnya, Kamis, 29 Agustus 2019 massa berdemonstrasi di Jayapura untuk menentang tindakan rasialis terhadap mahasiswa Papua. Demonstrasi itu diwarnai dengan pelemparan batu dan perusakan mobil aparat keamanan, perusakan fasilitas umum, dan pembakaran Kantor Majelis Rakyat Papua.
Di Lapas Abepura, petugas Lapas menghentikan layanan kunjungan kepada narapidana karena ketegangan aksi massa semakin meningkat. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah narapidana di dalam Lapas untuk menyerang bangunan perkantoran dan petugas Lapas, akibatnya empat orang warga binaan melarikan diri.
Kerusuhan di Jayapura tersebut adalah imbas dari insiden ujaran rasisme oleh aparat TNI dan kepolisian kepada mahasiswa asal Papua di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur pada 16 Agustus 2019.
Akibatnya, pada 19 Agustus 2019 terjadi aksi pembakaran toko, mobil, dan gedung DPRD di Fakfak, Sorong, serta Manokwari oleh massa yang memprotes insiden penangkapan dan ucapan rasial kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Kementerian Komunikasi dan Informatika lalu melakukan pemblokiran layanan Data Telekomunikasi di Papua dan Papua Barat sejak 21 Agustus 2019.
Kerusuhan juga terjadi di Deiyai yang menyebabkan tiga orang meninggal dunia yaitu dua orang sipil dan satu anggota TNI yaitu anggota Satuan Yonif Kaveleri/Serbu, Kodam II Sriwijaya Serda Ricson Edi Candra yang meninggal dunia dengan luka bagian kepala terkena senjata tajam sejenis parang dan luka panah pada bagian kepala.
Dua anggota TNI lain juga mengalami luka yaitu Sertu Sunendra rekannya mengalami luka akibat terkena panah pada bagian pantat dan punggung sebelah kanan dan Serka Arif Y Almai luka akibat senjata tajam sejenis parang di bagian kepala dan pelipis. (ant)