Kerudung Jacinda Ardern
Saya ikut menangis. Saat ribuan umat Islam di Christchurc, Selandia Baru, menggelar salat Jumat di lapangan. Di Hagley Park, seberang Masjid An-Noor, yang Jum'at lalu menjadi salah satu sasaran serangan teroris penganut White Supremacy.
Perdana Menteri Jacinda Ardern ikut hadir. Juga ribuan warga yang ikut menyampaikan solidaritas terhadap minoritas Muslim di negeri itu. Mereka berkerudung. Juga Jacinda Ardern. Perdana menteri perempuan termuda di dunia itu mengenakan kerudung hitam seperti yang ia kenakan pekan lalu.
Saya mengikuti prosesi ibadah ummat Islam di Selandia Baru ini melalui saluran TV global. Semua bikin siaran langsung. CNN International, Aljazeerah, ABC, dan BBC. Bahkan, adzan Jum'at disiarkan langsung ke penjuru negeri paling selatan di dunia ini.
Dunia masih larut dengan kesedihan atas penembakan brutal yang dipicu kebencian terhadap penganut agama ini. Untuk menghormati perkabungan ini, para wanita Selandia Baru mengenakan kerudung. Mereka juga berdatangan menunjukkan simpatinya kepada umat Muslim yang menjadi minoritas di negeri ini.
Salat Jumat yang disiarkan semua TV global ini dimulai dengan sambutan Arndern. Perdana Menteri berusia 38 tahun ini berpidato singkat. Mengutip hadist Nabi Muhammad bahwa antar manusia terhubung satu sama lain. "Kita adalah satu," katanya.
Ia pun ikut mendengarkan khotbah Jumat yang disampaikan imam Masjid An-Noor Gamal Fauda. "Hati kita hancur namun kita tidak hancur. Kita hidup. Kita bersatu, kita bertekad tak membiarkan siapapun memecah belah kita," kata Gamal. Ia juga berterima kasih kepada warga dan pemerintah Selandia Baru atas dukungan dan simpatinya.
Aksi teror terhadap warga muslim di Selandia Baru membangkitkan solidaritas global. Mendorong kesadaran baru untuk mulai memerangi Islamofobia yang masih keras di Barat. Membangun relasi baru dalam sebuah negara kemanusiaan. Teror dan kebencian bisa dilakukan siapa saja yang mempedulikan kemanusiaan.
Sikap tegas PM Jacinda yang ikut membangun kesadaran baru dunia ini. Sejak pertama mengeluarkan statemen tentang penembakan brutal yang menyebabkan 50 orang meninggal saat salat Jum'at. Ia langsung menyebut peristiwa itu sebagai teror dan pelakunya adalah teroris. Ia pun menunjukkan simpati terhadap Muslim dengan sangat baik.
Apa yang ditunjukkan warga Selandia Baru memberi pelajaran kepada kita bagaimana seharusnya memperlakukan kelompok minoritas. Mereka perlu mendapat perlindungan untuk bisa menjalankan keyakinannya dengan baik. Apalagi dalam sebuah negara yng majemuk seperti di negeri kita. Negeri yang sejak berdiri memproklamasikan Bhineka Tunggal Ika.
Solidaritas yang ditunjukkan secara eksplosif warga Selandia Baru seharusnya juga menjadi pelajaran bagi dunia Islam yang masih dilanda konflik atas nama agama. Di Timur Tengah pada umumnya. Saatnya, membangun kehidupan baru yang damai dan menjadikan agama sebagai spirit untuk menciptakan kedamaian. Bukan malah menjadi pemicu perang dan kebencian atas nama agama.
Sudah saatnya kita yang menjadi umat mayoritas di negeri ini betul-betul mengembangkan percaya diri sebagai mayoritas. Bukan lagi mayoritas berasa minoritas. Yang masih selalu menuntut untuk diutamakan. Yang melihat minoritas sebagai ancaman. Apalagi mengekspresikan dengan berbagai ujaran kebencian.
Karena itu, saya menjadi sangat sedih ketika masih bermunculan nada kebencian atas nama agama di dunia maya. Apa pun latar belakang politiknya, sudah seharusnya hal seperti itu tak muncul ke permukaan. Perlakuan yang tidak baik terhadap minoritas bukan mustahil menjadikan saudara kita yang masih menjadi minoritas menjadi korban.
Ayo jadikan peristiwa di Selandia Baru sebagai pembelajaran kita semua. Belajar berempati terhadap kaum minoritas. Apakah minoritas sebagai umat beragama atau suku dan lain sebagainya. Saatnya hidup damai sebagai sesama umat manusia. Semoga! (Arif Afandi)