Keran Impor Beras Makin Deras!
Oleh: H.Yunus Supanto
Pemerintah menambah kuota impor beras, sampai 5 juta ton tahun (2024) ini. Tertinggi sepanjang sejarah. Pagu impor terasa makin deras, karena kebutuhan yang meningkat, tetapi tidak disertai peningkatan produksi. Bahkan pada sentra produksi padi (seantero Jawa) terjadi tren penurunan fungsi lahan pertanian. Banyak yang berubah menjadi kawasan industri, dan ditumbuhi rumah. Luas lahan menjadi agregat utama perkiraan produksi padi. Ironisnya, pelaporan panen padi selalu dicatat surplus, berdasar luas areal.
Total hasil panen selama setahun dicatat mencapai 31,10 juta ton. Berdasar laporan kinerja pangan, keberadaan beras nasional sebanyak 32,3 juta ton, termasuk beras cadangan pemerintah (BCP) yang disimpan di gudang Bulog. Seharusnya masih surplus. Karena kebutuhan konsumsi setahun sekitar 28,39 juta ton. Pencatatan yang bisa dipastikan salah. Buktinya, pemerintah masih harus mengimpor sebanyak 3,6 juta ton (pada tahun 2024). Sekaligus menjadi angka tertinggi impor beras selama lima tahun terakhir.
Harga beras selama tahun 2023 sampai 2024, terasa semakin menuju puncak. Bagai serasa percaya tak percaya, harga beras memimpin laju inflasi. Maka Pemerintah (melalui Badan Pangan Nasional) memilih menetapkan kenaikan HET beras premium, dan medium. Harga beras konon, akan seperti harga BBM, bisa naik, bisa turun, sesuai input biaya ke-pertani-an. Namun wajib dipahami, Pemerintah memikul tanggungjawab harga pangan pokok yang terjangkau.
Merespons harga beras yang makin membubung, pemerintah terpaksa menambah pagu impor. Cukup “mujarab” mengendalikan harga beras. Sedangkan pada sisi kepentingan petani, pemerintah menaikkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Naik menjadi Rp6.000 per-kilogram. Selanjutnya, gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp6.300 per kg naik menjadi Rp7.400 per-kilogram.
Sebagai penyedia bahan pangan, Bulog mendapatkan persetujuan pemerintah untuk mengimpor 3,6 juta ton beras pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, realisasinya hingga Juli 2024 sudah mencapai 2,4 juta ton. Sehingga masih ada 1,2 juta ton kuota beras impor yang akan direalisasi mjulai bulan Oktober 2024. Jika terlambat datang, akan menyebabkan gejolak harga. Pagu masih akan bertambah, manakala harga beras merambat naik liar. Total pagu 5 juta ton! Nilainya sekitar Rp 50 trilyun.
Bagai pepatah: “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.” Pemerintah memperoleh untung pada penjualan impor beras. Karena beras impor jauh lebih murah. Sekaligus alat kontrol (stabilisasi). Sehingga spekulan tidak bisa menaikkan harga beras, termasuk dengan cara meinimbun. Karena pasar akan diguyur beras dalam jumlah yang cukup. Harga beras SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pangan) Bulog kemasan 5 kilogram sebesar Rp62.500. Kenaikan harga berlaku sejak 1 Mei 2024, setelah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) beras SPHP dari Rp10.900 menjadi Rp12.500 per kilogram.
Selain diguyur beras Bulog, juga akan digelontor Bansos beras. Pemerintah telah biasa memberikan beras kepada KPM (Keluarga Penerima Manfaat). Tahun lalu sebanyak 641 ribu ton beras, diberikan kepada 21,5 juta KPM, selama tiga bulan (mulai September hingga November). Masing-masing diberikan beras sebanyak 10 kilogram per-keluarga setiap bulan.
Sekitar 98,35% masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebanyak 6,81 kilogram per-orang per-bulan. Sehingga konon, hasil panen masih mencukupi. Konsumsi beras nasional selama setahun, diperkirakan mencapai 28,39 juta ton. Tidak mudah menjamin ketersediaan beras samapai 30 juta-an ton. Tetapi Pemerintah memiliki mandatory UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Pada pasal 25 ayat (1), dinyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.”
Juga terdapat mandat UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.”
Dua Undang-Undang nyata-nyata meng-amanat-kan mutu, dan ke-terjangkau-an harga pangan pokok. Segala-galanya untuk memenuhi ketersediaan beras.
*H.Yunus Supanto, wartawan senior
Advertisement