Keramat, Ini Kisah tentang Orang Khusus
Oleh: KH Yahya Cholil Staquf
Saya merasa prihatin dan bersimpati kepada Kang Zaenal Maarif yang telah bertahun-tahun berjuang agar bisa terkenal sebagai orang keramat. Tapi belum juga melihat hasilnya hingga kini. Apakah gerangan ukurannya keramat?
Saya memperoleh riwayat dari Mohammad Nasikh Ridwan, dan dia dari Pak Anwan Baweisy, seorang sahabat Gus Dur di Yogya.
Suatu pagi, entah matahari sudah terbit entah belum, Pak Anwan mendapati Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu berdiri di depan pintu rumahnya.
"Wan, ayo antarkan aku".
"Nanti dulu. Nanti dulu. Sampeyan sama siapa ini?"
"Sendirian".
"Naik apa?"
"Bis. Ayo antarkan aku sekarang".
"Ke mana?"
Gus Dur menyebut sebuah desa yang jauh jaraknya dari rumah Pak Anwan.
"Naik apa? Saya nggak punya mobil".
"Boncengan motor 'kan bisa".
"Ya sarapan dulu, ngopi dulu".
"Enggak. Kita berangkat sekarang".
Sesampainya di desa yang dimaksud, Gus Dur bertanya ke kanan-kiri,
"Rumah Pak Mustakim di mana?"
Orang-orang tidak tahu ada orang bernama Mustakim yang layak dicari oleh orang yang datang dari jauh. Sampai seseorang ingat ada seorang Mustakim yang jarang dipikirkan orang,
"Ada sih, Mustakim. Tapi cuma buruh nyangkul".
"Ya. Itu. Di mana rumahnya?"
Rumah reyot daripada anyaman bambu yang bolong-bolong itu agak terpencil dari perkampungan. Tepat di pinggir sawah. Begitu Gus Dur turun dari boncengan motor, seorang lelaki separuh baya betelanjang dada dengan celana kolor sedengkul keluar rumah menyambutnya,
"Kok baru datang? Ayo masuk sini!"
Gus Dur mengikutinya ke dalam rumah. Pak Anwan menyetandar motor dan hendak ikut masuk, tapi Pak Mustakin mencegatnya,
"Kamu nggak usah ikut! Tunggu di luar saja!" *
*) KH Yahya Cholil Staquf, Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibiin, Rembang.
Advertisement