Kepsek SMKN 1 Tak Tahu Siswa yang Ditamparnya Berkebutuhan Khusus
Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1, Bahrun yang melakukan tindak kekerasan kepada salah satu siswanya, mengaku tak tahu bahwa yang ia tampar tenyata berkebutuhan khusus (inklusi).
Karena itu, Ia mengaku menyesal mengapa sampai tak mengetahui jika RA adalah siswa inklusi.
"Saya tidak tahu sama sekali. Kalau saya tahu inklusi, ya saya biarkan aja kok. Karena saya mengerti anak inklusi itu berkebutuhan khusus," ujar Bahrun usai melakukan mediasi dengan orang tua RA, Rabu, 26 September 2018.
Bahkan, kata Bahrun, tak ada niat atau maksud menyakiti RA. Tamparan yang dilepaskannya, katanya, masih dalam level yang tak terlalu keras, dan tak sampai mencederai RA.
Menurutnya, kejadian itu bermula ketika dirinya melihat sejumlah anak keluar dari ruang kelas pada jam-jam ujian masih berlangsung.
Bahrun pun mengaku emosi. Karena dinilai akan menganggu teman-teman lainnya. Semakin emosi ketika mengecek hasil ulangan RA, ternyata masih ada dua soal yang belum dijawab.
"Kebetulan tadi RA yang saya cek. Ternyata ada 2 soal yang belum dikerjakan. Lalu saya peringatkan. Maksud saya supaya anak itu sungguh-sungguh biar nilainya bisa lebih bagus," kata dia.
Peringatan Bahrun yang menimbulkan kekerasan itu bebuah protes dari orang tua RA. Budi Sugiharto (ayah RA) dan Ari Suwita (ibu RA) mendatangi SMKN 1 Surabaya.
Bahrun pun menyatakan permintaan maafnya pada RA dan dua siswa lainnya yang juga mendapat diperlakukan sama. Bahkan orang tua kedua siswa yang terkena tamparan dari Bahrun hadir dalam mediasi tersebut.
"Itu kekhilafan saya, dan saya minta maaf pada orang tua yang siswanya telah kami perlakukan dengan cara yang dianggap tidak dikehendaki," kata Bahrun.
Kepala sekolah yang menjabat sejak tahun 2014 ini mengaku kekerasan pada siswanya ini baru pertama kali. Ia mengatakan selama ini pihak sekolah telah menggunakan sistem pengajaran yang baik untuk anak terutama pada anak inklusi.
Hal itu dibuktikan dari jumlah orang tua dari siswa inklusi yang mempercayakan anaknya untuk bersekolah di SMKN 1 Surabaya meningkat. Tiap tahun, kata dia angka penerimaan jumlah siswa berkebutuhan khusus terus meningkat.
Menurut catatan Bahrun, ada 27 siswa SMKN 1 dengan berkebutuhan khusus. Dari angka itu, 16 anak di kelas X, 8 anak di kelas XI, dan 3 anak di kelas XII.
Selama ini, perlakuan anak berkebutuhan khusus mendapat perlakuan sama yakni ditempatkan pada kelas reguler, bukan kelas khusus. Kata Bahrun, karena kendala sumber daya, anak dengan kebutuhan khusus tidak dibedakan.
"Saat ini memang kemampuan kami seperti itu. Tapi kami akan terus berupaya meningkatkan sistem dan saya berjanji hal semacam ini tak akan terjadi lagi," pungkas dia. (frd/wit)