Kepincut Duit Gede, Suprawoto Gagal Jadi Diplomat
Setelah lulus dari UGM dengan gelar Sarjanah Ilmu Pemerintahan (S.IP.), Suprawoto bersama ketiga kawannya ingin menjadi seorang diplomat. Mereka berempat pun melamar ke Departemen Luar Negeri di Jakarta.
“Saat itu, yang diterima hanya lulusan UI dan UGM. Kans saya sangat besar. Maka kami berempat mendaftar dan setelah wawancara, lulus semua,” kata pria yang kini menjadi Bupati Magetan ini.
Usai diterima di Deplu, mereka pun bergegas pulang dengan naik bus. Di moda transportasi itu mereka bertemu lulusan UGM lainnya. Mereka pun diajak ke Dinas Pekerjaan Umum.
Sesampainya di sana, rekan yang mengajaknya ke PU ternyata mendaftar. Mereka pun diajak serta mendaftar menjadi ASN. “Saat daftar, kami disuruh langsung masuk besoknya. Itu di tahun 1982,” kata bapak tiga anak ini.
Di Jakarta, Suprawoto tinggal di rumah kakah ayahnya (Pak De). Di sana, ia berbincang-bincang dengan saudara sepupunya yang lulusan SMA. Dari obrolan itu, anak Pak De-nya tersebut menyarankan Suprawoto memilih Dinas PU ketimbang Deplu.
“Di PU aja enak, di sana duitnya banyak, proyeknya banyak. Saya sebagai lulusan baru, dari Universitas Ndeso, katanya, biasa gak punya uang, saya pun tertarik. Dan saya tinggalkan Deplu dan masuk ke PU,” ceritanya.
Namun, Suprawoto menyadari bahwa Dinas PU bukan tempat yang ideal untuknya. Karena menurutnya, PU habitatnya insinyur dan orang-orang lulusan teknik. Maka itu, Suprawoto berpikir untuk mendaftar ke dinas lain yang lebih cocok bagi dirinya.
"Saat itu yang buka (rekrutmen) tinggal Departemen Penerangan. Saya mendaftar lagi," katanya.
Tanpa kesulitan, ia diterima di Departemen Penerangan. Ia pun minta ditempatkan di Surabaya. Kali ini ia memanfaatkan koneksinya di Badan Kepegawaian Negara.
“Tapi, dulu (pindah) lebih mudah karena banyak kawan-kawan yang jadi pejabat di Badan Kepegawaian Negara. Jadi saya tinggal bilang, NIP (nomor identitas pegawai negeri sipil) saya jangan dicoret loh ya, mereka (teman-temannya di BKN) bilang ‘beres-beres’,” katanya sambil tertawa.
“Zaman itu masih bisa, karena semua masih manual,” tambah Suprawoto.
Ia pun bersyukur, karena pilihannya untuk pindah ke Departemen Penerangan tidak salah. Ia kemudian ditempatkan di Kanwil Jawa Timur.
“Saya mungkin pejabat yang aneh. Saya itu dilantik, disumpah pegawai negeri dulu, maju, mundur, maju lagi disumpah jabatan. Jadi saya jadi staf itu hanya pas capeg aja,” katanya.
Setelah Departemen Penerangan dibubarkan pada tahun 1999, dan diganti dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Suprawoto pun diangkat oleh Gubernur Jawa Timur saat itu, Imam Oetomo menjadi kepala Dinas Kominfo Jatim.
Perbincangan selengkapnya, tunggu tayangan podcast Black Kopi Arif Afandi bersama Bupati Magetan Suprawoto.
Advertisement