Literasi Keuangan Indonesia Naik Meski Kalah Dibanding Malaysia
Tingkat pemahaman dan keyakinan (literasi) masyarakat Indonesia terhadap lembaga keuangan di Indonesia pada tahun 2019 mengalami peningkatan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2019 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa indeks literasi keuangan pada 2019 mencapai 38,03 persen. Angka tersebut meningkat dibanding survei yang sama pada 2016 yang hanya berada pada angka 29,7 persen.
Meski meningkat, angka itu disebut Presiden Joko Widodo tergolong rendah. Demikian halnya dengan tingkat akses (inklusi) masyarakat terhadap berbagai layanan keuangan yang menunjukkan tren sama, namun tetap di bawah negara-negara tetangga.
"Di Singapura, telah mencapai 98 persen, kita tadi masih di angka 76 persen. Malaysia 85 persen, Thailand 82 persen. Artinya kita masih di bawah mereka sedikit," ujarnya saat memimpin rapat terbatas mengenai Strategi Nasional Keuangan Inklusif pada Selasa, 28 Januari 2020, di Kantor Presiden, Jakarta.
Oleh karena itu, Kepala Negara mendorong lembaga keuangan, utamanya perbankan, untuk mengadakan program peningkatan inklusi keuangan dan mengembangkan produk dan kualitas layanan mereka di Indonesia.
"Prioritaskan perluasan dan kemudahan akses layanan keuangan formal di seluruh lapisan masyarakat. Selain itu saya minta lembaga keuangan mikro, bank wakaf mikro, diperluas agar menjangkau seluruh lapisan masyarakat," kata Presiden.
Selain itu, melihat tingkat penetrasi layanan internet yang relatif tinggi di Indonesia, Presiden meminta agar layanan keuangan juga difokuskan pada layanan digital berbasis internet.
Menurutnya, layanan teknologi finansial (tekfin) yang disediakan perbankan dapat menjadi alternatif pembiayaan yang cepat dan mudah. "Ini harus terus dikembangkan karena kita ingat negara kita merupakan negara kepulauan sehingga kita perlukan layanan keuangan digital yang berbasis internet," tuturnya.
Presiden juga melihat potensi pengembangan industri keuangan nonbank yang dapat dikembangkan lebih pesat di masa mendatang.
Maka itu, Presiden menginstruksikan pendalaman terhadap sektor tersebut seperti asuransi, pasar modal, pegadaian, dana pensiun, dan lain sebagainya sehingga ketahanan perekonomian nasional dapat tertolong oleh pendanaan dari investor-investor domestik.
Tak kalah penting, perlindungan bagi nasabah atau konsumen yang menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam menggunakan layanan keuangan patut dijaga dan terus ditingkatkan. "Kepercayaan masyarakat merupakan hal yang penting dan mutlak bagi keberlangsungan industri jasa keuangan," kata Kepala Negara.