Kepedulian Soosial Melalui Seni
Oleh: Kharisma Nanda Zenmira
Seni diciptakan oleh manusia sebagai bentuk ekspresi dan ungkapan sosialnya (Wadiyo, 2016). Dalam pengertian ini karya seni diciptakan tidak semata-mata hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain. Barangkali kalimat tersebut bisa menjadi pengantar idealis seorang Achmad Rosidi atau biasa dipanggil Cak Ros.
Percakapan ini dilakukan di sekitar ruang pameran K Gallery Hotel, ICC - Pandaan dibersamai gemuruh air hujan. Cak Ros bercerita tentang dinamika membentuk Sanggar Seni Cuci Otak Rahmat Alam (CORAL) Pasuruan Alam Indonesia atau disingkat SCO.
Pergerakan SCO dimulai sejak tahun 2004, kesadaran Cak Ros dengan hal-hal yang dianggap timpang di tengah masalah sosial khususnya pada kepribadian anak-anak jalanan, kenakalan remaja dan sebagainya. Cak Ros mampu memberikan daya hambat dengan cara memberikan pilihan melalui kesenian.
"2004 berdiri, saya mulai mengumpulkan mereka bukan atas nama seni, tapi atas nama sosial," ungkapnya.
Metode yang digunakan SCO yaitu melalui pendekatan seni dan spiritual. Anak-anak diarahkan untuk menggali potensi yang mereka miliki yang masih terpendam. Cak Ros memilih seni teater sebagai langkah awal pengembangan potensi. Pergerakan tersebut membuahkan hasil manis, banyak prestasi seni yang telah diraih oleh SCO ditingkat nasional bahkan internasional. Salah satunya yaitu di 2010, anak didik Cak Ros berangkat ke Manchester, Inggris, untuk bermain teater mewakili Indonesia pada pentas kesenian "Internasional Contacting The World".
Contacting The World merupakan acara negara-negara yang memiliki potensi seni khususnya di bidang teater dengan konsentrasi terhadap konflik-konflik psikis, trauma, bencana, korban perang, dan sebagainya. Pada intinya acara ini menawarkan penyembuhan melalui teater. Dari sekian negara, hanya 13 negara yang dipilih, dan Indonesia termasuk di dalamnya yang diwakili oleh Sanggar Seni Cuci Otak Rahmat Alam Pasuruan Indonesia.
Nama 'cuci otak' cukup menjadi kontroversi pada saat itu, karena sedang marak satu gerakan organisasi yang dicurigai mendidik anggotanya ke arah radikal dan melewati batas.
"Sanggar itu sempat mau ditutup, dirobohkan, saya bilang saya berkesenian. Beberapa aparat mempertanyakan dan datang mengorek apakah saya mengajak ngerakit bom dan aktivitas-aktivitas ekstrem? Banyak yang tanya cuci otak itu apa sih. Ya gak ada apa-apa, kita hanya melatih bermain musik, teater, dan menggambar. Toh tuduhan mereka sampai sekarang tidak terbukti, karena pergerakan yang saya lakukan ini bukan untuk hal-hal seperti itu," cerita Cak Ros.
Cuci otak berangkat dari bagaimana menyadarkan kembali pada anak-anak, bahwa sebenarnya dia adalah putra daerah yang memiliki potensi luar biasa. Cak Ros hadir memberi perhatian penuh kepada anak-anak tersebut.
"Yang suka musik, saya tanyai alat musik apa yang disukai, saya belikan. Di rumah latihan, nggenjreng-nggenjreng," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, SCO semakin terstruktur dengan adanya pembagian divisi. Ada 5 divisi seni di dalamnya, antara lain (1) divisi rupa yang diberi nama Parurupa diketuai oleh Sihabudin, (2) divisi tari dengan nama Nadi Dance diketuai oleh Ahmad Afandi, (3) divisi teater dengan nama Akal Teater diketuai oleh Roni, (4) divisi musik dengan nama Gotbestter diketuai oleh Prasetyo, dan (5) divisi sastra dengan nama Taringpena diketuai oleh Wahyu Setiadi. Masing-masing divisi tersebut memiliki ketua divisi yang menguasai di bidangnya. Untuk SCO sendiri diketuai oleh Ahmad Afandi selaku ketua divisi tari dan dibina secara langsung oleh Achmad Rosidi.
Perjalanan Cak Ros dalam menabur benih sejak tahun 2004 di Sanggar Seni Cuci Otak Rahmat Alam Pasuruan Indonesia juga perlu melibatkan nama Afreshawenny atau biasa dipanggil Bunda sebagai istri Cak Ros yang dinikahi di tahun 2004 pula. Dengan segala pengertian Bunda yang senantiasa mendukung segala pergerakan dan keputusan Cak Ros ketika terjun langsung dan membaur dengan para anak jalanan pada saat itu. Hingga kini SCO terbuka lebar untuk siapa saja dan dari segala kalangan yang ingin tergabung dalam berbagai kegiatan SCO.
Di setiap tahun SCO tidak pernah absen melaksanakan agenda rutinnya yaitu menggelar pencapaian seni dari masing-masing divisi. Salah satunya seperti pameran seni rupa bertema BANCIA'AN yang berlangsung pada 25 Februari hingga 4 Maret 2023 yang lalu di K Gallery Hotel, Hall 1, ICC – Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Pameran seni rupa 'Bancia'an' ini merupakan perhelatan yang ke-2. 'Bancia'an' yang pertama yaitu saat menyambut bulan menggambar nasional yang digagas Forum Drawing Indoonesia (FDI). Perhelatan tersebut juga dirayakan oleh sekitar 250 komunitas drawing yang tersebar di seluruh Indonesia. 'Bancia'an' yang ke-2 SCO diajak kerjasama dengan pihak K Gallery Hotel untuk membuat pameran seni rupa. Dengan jumlah peserta pameran 26 orang, 19 di antaranya merupakan anggota Parurupa, 7 lainnya merupakan seniman undangan dari perupa Pasuruan, Malang, dan Surabaya.
Tema pameran 'Bancia'an' membebaskan para peserta untuk memaknai tema. Dalam proses pengkaryaan mereka mendapat pendampingan dari kurator dan anggota yang sudah cukup lama tergabung dalam divisi Parurupa.
"Tujuannya untuk membentuk mentalitas percaya diri dan menambah pengalaman berpameran bagi para anggota Parurupa", pungkas Samsul Hadi selaku ketua pelaksana 'Bancia'an #2'.
'Bancia'an #2' menawarkan hal baik dalam dunia seni rupa Pasuruan, yaitu kerjasama dengan mitra, tempat yang proposional dalam pelaksanaan pameran, dan karya-karya segar oleh para peserta pameran.
Dalam meniti karir sebagai perupa yang terlibat di ranah seni sosial, para anggota Parurupa juga aktif pada pameran-pameran yang dilaksanakan oleh komunitas seni lain di Pasuruan khususnya Komunitas Guru Seni dan Seniman Pasuruan (KGSP) dengan ‘Gandheng Renteng’-nya yang tahun 2022 lalu telah melaksanakan helat yang ke-12. Cak Ros dan Bunda Afreshawenny juga merupakan anggota senior di komunitas tersebut. Mereka berdua senantiasa hadir utuh dan berperan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan komunitas tersebut sejak awal berdiri. Hal ini menjadi menarik karena dari satu komunitas, akhirnya menyebar menjadi kelompok-kelompok seni aktif lainnya. Dengan begitu, semakin meningkat kualitas seni menjadi peran sosial bagi pergerakan seni di Pasuruan Raya.
Mengkomunikasikan produk seni antara individu satu dengan individu lain, individu satu dengan sebuah kelompok atau sebaliknya, serta kelompok dengan kelompok, juga merupakan bagian dari kepedulian sosial melalui seni. Saling bersinergi dan bekerjasama dengan tujuan membangun ekosistem seni yang membuahkan hasil positif bagi peradaban masyarakat, lebih-lebih di Pasuruan serta menjadi motivasi bagi penggerak seni lainnya.* Purwosari, 17 Maret 2023
*Kharisma Nanda Zenmira, pemerhati seni yang tinggal di Pasuruan.
Advertisement