Kepastian Hukum Cedera di Perkara Ini
Oleh: Djono W. Oesman
Ini persilatan hukum. Muhammad Balde Ale, 19, dan Adit Kurniawan, 20, di penyidikan polisi terbukti membunuh mahasiswi Tania, 21. Lalu diadili di PN Jakarta Pusat, Jaksa menuntut hukuman masing-masing 20 tahun penjara. Hakim ternyata memvonis bebas.
—----------
Jaksa langsung kasasi. Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) memutuskan, menganulir vonis bebas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebaliknya, MA menjatuhkan vonis hukuman masing-masing 12 tahun penjara kepada para terdakwa.
Luar biasa. Pergerakan meloncat-loncat drastis, mengejutkan. Baik buat para pelaku dan keluarga korban, maupun masyarakat. Untuk kejahatan yang paling jahat: Pembunuhan.
Dikutip dari website PN Jakpus, Selasa 27 Juni 2022, perkara bermula Muhammad Baldi kecewa karena pacarnya, Tania, membuka layanan prostitusi online (open booking order - BO).
Muhammad Balde Ale cemburu. Lantas mengajak temannya Adit Kurniawan serta satu teman masih anak-anak, AS, 17, untuk membunuh Tania.
Pembunuhan Tania mereka lakukan di sebuah kos-kosan di Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 22 April 2022 tengah malam. Korban dicekik pingsan, sambil diperkosa bergiliran tiga pria itu.
Korban Tania dalam kondisi pingsan diangkut ke RS Tarakan, Jakarta Utara. Tania meninggal di sana, saat itu juga.
Waktu itu, Kasatreskrim Polres Jakarta Pusat, AKBP Wisnu Wardhana kepada pers mengatakan, tiga tersangka mencekik, sebagian memperkosa secara bergilir bergantian.
Pada konferensi pers yang menghadirkan tiga tersangka di Polres Jakarta Pusat, Senin, 25 April 2022, AKBP Wisnu memperjelas kronologi, malam itu tiga pelaku mendatangi kamar kos Tania. Kondisi Tania tidur pulas. Lantas para tersangka membuka kamar, karena Muhammad Balde sebagai pacar Tania, punya kunci cadangan.
Begitu para tersangka sudah di dalam kamar kos, langsung beraksi. Ketika Tania kaget terbangun.
AKBP Wisnu: "Ketiga pelaku punya peranan masing-masing. Ada yang megangi kaki, ada yang mencekik, dan ada yang memperkosa. Perkosaan dilakukan secara bergantian,"
Dilanjut: “Perkosaan bergiliran itu terjadi delapan kali, berdasar pengakuan para tersangka. Sambil, korban tetap dicekik.”
Di konferensi pers, tiga tersangka diberi kesempatan polisi untuk ditanyai wartawan. Boleh ditanya. Para tersangka ditanya wartawan tentang motif, mengapa Baldi begitu tega memperkosa-membunuh pacarnya sendiri?
Balde menjawab: "Saya kecewa. Dia open BO lewat WeChat. Saya kenal dia dari tahun 2018. Saya tahu sendiri.”
Dilanjut: “Lalu saya mengajak kawan-kawan saya memperkosa dia. Sekalian saya cekik, bergantian memperkosa dia. Saya kesal.”
Akhirnya Tania tak bergerak lagi. Tiga tersangka itu panik. Membawa korban ke RS Tarakan, Jakarta Utara. Di sana Tania dinyatakan dokter, sudah meninggal. Pihak RS langsung menelepon polisi. Para tersangka diringkus polisi, pagi itu juga, Selasa, 26 April 2022.
Dalam penyidikan polisi, dua tersangka, Balde dan Adit (AS tidak disidik karena masih anak-anak) disangkakan tiga lapis Pasal, yakni:
1) Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati.
2) Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, dengan ancaman 15 tahun penjara.
3) Pasal 170 ayat 2 ketiga KUHP tentang kekerasan yang menyebabkan kematian dengan ancaman 12 tahun penjara.
Sangkaan dengan pasal berlapis itu bukan berarti nilai hukuman bersifat kumulatif (dijumlahkan). Tidak. KUHP tidak mengenal hukuman kumulatif. Sangkaan pasal berlapis bertujuan, jika sangkaan pertama di persidangan tidak terbukti, maka bisa dikenakan sangkaan nomor urut dua, dan seterusnya.
Setelah berkas perkara penyidikan polisi dinyatakan lengkap, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Dari Kejaksaan kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berkas perkara didaftarkan Jaksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 1 September 2022.
Di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri: Sobrani Binzar SH MH, Priyo Wicaksono SH, Guntur Adi Nugraha SH, menuntut bahwa dua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. JPU menuntut dua terdakwa dihukum 20 tahun penjara.
Sidang vonis digelar Selasa, 10 Januari 2023. Majelis hakim terdiri dari: Dewa Ketut Kartana (Ketua) dengan hakim anggota Betsji Siske Manoe dan Heneng Pujadi.
Dikutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung, amar putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Nomor 514/Pid.B/2022/PN Jkt.Pst. Bunyi amar putusan begini:
Mengadili. Menyatakan, terdakwa satu, MUHAMAD BALDE ALE dan Terdakwa dua, ADIT KURNIAWAN tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Primair, Kesatu Subsidair, Kesatu lebih Subsidair dan dakwaan Kedua.
Membebaskan para Terdakwa tersebut dari segala dakwaan tersebut (Vrijpark). Membebaskan para Terdakwa dari tahanan. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Menetapkan, barang bukti sebagian dikembalikan kepada para terdakwa dan saksi. Sebagian, dimusnahkan negara.
Sejak hari Selasa itu pula dua terdakwa dilepaskan dari tahanan. Berstatus bebas.
Menanggapi putusan tersebut, JPU langsung kasasi. Di Mahkamah Agung perkara itu ditangani Majelis Hakim: Burhan Dahlan (Ketua) dengan hakim anggota, Tama Ulinta Tarigan dan Suharto. Panitera pengganti, Happy Try Sulistiyono.
Hasilnya, amar putusan tingkat kasasi: "Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 338 KUHP, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke satu KUHP. Pidana penjara masing-masing 12 tahun.”
Otomatis, terdakwa Balde dan Adit langsung masuk penjara, berstatus narapidana pembunuhan. Setelah mereka bebas penjara selama lima setengah bulan.
Dalam acara peradilan kita, masih ada satu langkah hukum lagi buat para terpidana. Yakni, Peninjauan Kembali, yang bisa diajukan oleh kuasa hukum para terpidana. Dengan syarat, harus ada novum.
Novum adalah surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Sedangkan, alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus (vonis), bukan termasuk novum.
Kasus yang tampak sepele ini, sesungguhnya mengguncang kepastian hukum. Fluktuasi perkara dari tingkat penyidikan Polri sampai Mahkamah Agung, begitu drastis. Ibarat melesat dari bumi ke langit, lalu jatuh lagi ke jurang.
Kepastian hukum, terkait erat dengan kesejahteraan rakyat. Rakyat bisa sejahtera, dengan harga nasi uduk lauk paha atas ayam goreng, seharga seribu rupiah, jika kepastian hukum berjalan stabil.
Salah satu jalurnya begini: Kepastian hukum, membuat investor asing tertarik menanamkan modal di Indonesia. Membangun pabrik di sini. Menyerap ribuan tenaga kerja di sini. Juga, iklim bisnis kondusif. Menyerap ratusan juta tenaga kerja.
Investasi asing memasukkan devisa, membuat negara jadi kaya. Iklim bisnis kondusif membuat negara jadi kaya, dari pendapatan pajak.
Jika negara kaya, maka negara bisa memberi traktor gratis kepada semua petani. Juga memberi bibit padi dan pupuk gratis kepada semua petani. Sehingga harga beras bisa Rp250 per liter.
Kalau harga beras segitu, maka harga lauk pauk bakal mengikuti. Apalagi, jika negara, yang kaya, memberi subsidi total kepada peternak dan nelayan. Aneka subsidi dan bantuan.
Alhasil, harga nasi uduk lauk paha atas ayam goreng, seharga seribu rupiah, bukan mimpi. Negara kaya, juga bisa menggratiskan sekolah dan pengobatan masyarakat. Subsidi apa pun bisa diberikan negara kaya kepada rakyat.
Satu syarat penting: Kepastian hukum. Jika dibalik, hukum tidak pasti, maka segalanya jadi kacau. Ambyar berantakan. Bisnis kocar-kacir.
Sesungguhnya, kepastian hukum adalah hajat hidup kita semua. Urusan kita semua. Asli.
*) Penulis adalah wartawan senior
Advertisement