Kepala Ikan yang Dibeli Gus Dur
“Kawanmu itu hebat ya, punya kucing duapuluh, dia bisa memelihara dengan telaten,” kata si penjual ikan.
Di balik pemikiran, kiprah, jasa-jasanya yang luar biasa, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah penggemar kuliner. Tempat-tempat kuliner lezat di dalam negeri tak luput dari penjelajahannya.
Muhammad AS Hikam menulis buku “Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita” (2013) secara jelas mengangkat kegemaran sang tokoh. Kegemaran Gus Dur itu sejurus dengan kelihaiannya dalam memasak. Konon, Gus Dur pintar memasak saat menjadi mahasiswa di Mesir,Baghdad, dan kala berkelana di Eropa.
Bagi Gus Dur, untuk memperoleh makanan lezat tak harus merogoh kocek dalam-dalam. Apalagi saat menjadi mahasiswa di Mesir. Ia paham bagaimana caranya mengirit tapi tetap bisa makan enak.
Saat itu Gus Dur memasak kepala ikan. Asal giliran dia yang masak di asrama, para mahasiswa yang ikut bareng dengan Gus Dur senang karena makanannya enak dan tidak mengharuskan keluar uang banyak.
Suatu hari, Gus Dur tidak bisa memasak karena ada keperluan mendadak. Seorang sahabat menggantikan posisi Gus Dur untuk membeli kepala ikan dan memasak di asrama. Begitu tiba di tukang ikan, sahabat Gus Dur tersebut ditanya oleh si penjual:
“Mana kawanmu yang biasa ke sini?”
“Dia sedang sibuk dan saya yang mewakili,” jawab sahabat Gus Dur.
“Kawanmu itu hebat ya, punya kucing duapuluh, dia bisa memelihara dengan telaten,” ucap si penjual ikan.
“Kucing? Duapuluh? Nggak keliru Anda siapa kawan saya?” sergah sahabat Gus Dur agak kaget.
“Lho, temanmu si Abdurrahman itu, kalau ke sini selalu beli kepala ikan, katanya untuk kucingnya yang duapuluh ekor itu. Saya kasih murah karena dia mau memelihara hewan telaten seperti itu,” jelas di penjual ikan.
Mendengar itu, sahabat Gus Dur tidak jadi memesan kepala ikan dan ganti yang lain. Risikonya, harga belanjaan hari itu pun meningkat! (adi)