Kepala BNPB Pantau Gunung Merapi, Status Level III atau Siaga
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi (BPPTKG) Jogjakarta, Eko Budi Lelono mengatakan, aktivitas Gunung Merapi tahun ini diprediksi memiliki kesamaan dengan erupsi 2006 silam.
Aktivitas Gunung Merapi tahun 2020 berpotensi memicu terjadinya guguran lahar panas, akan tetapi diperkirakan tidak akan lebih buruk dari erupsi 2010. Tetapi tetap perlu diantisipasi oleh berbagai pihak untuk menghadapi situasi dan kondisi ke depannya.
“Dapat terjadi guguran lahar panas, namun bisa jadi tidak separah 2010 lalu," ujar Eko, saat menerima kunjungan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Benca Alam (BNPB) Doni Monardi, Jumat 20 November 2020.
Menurut Eko, hasil kajian sementara BPPTKG ditambah pengamatan secara visual menunjukkan bahwa Gunung Merapi saat ini memiliki potensi erupsi dengan jenis letusan efusif, yakni lava dari letusannya mengalir terus dari gunung ke tanah. Selain itu, Gunung Merapi tersebut juga berpotensi meletus secara eksplosif, di mana magma yang terfragmentasi dengan keras kemudian dikeluarkan dengan cepat dari kawah gunung.
Oleh sebab itu, lanjut Eko, BPPTKG memberikan rekomendasi untuk wilayah radius 5 kilometer dari puncak kawah merapi agar dikosongkan dari segala jenis aktivitas manusia dan tidak boleh ditinggali oleh penduduk.
Hal itu dimaksudkan agar apabila kemudian Gunung Merapi meletus sewaktu-waktu, maka tidak terjadi korban jiwa maupun kerugian harta benda. “Rekomendasi Radius 5 kilometer harus dikosongkan. Karena kalau jadi meletus nanti agar tidak menimbulkan korban jiwa,” ujar Eko.
Status Gunung Merapi menjadi Level III atau Siaga sejak Kamis 5 November 2020.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, data dan informasi yang disampaikan sudah lengkap untuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan selanjutnya.
Ia juga mengapresiasi kinerja, peran dan fungsi BPPTKG sebagai bagian dari tim intelijen BNPB yang berfungsi untuk melakukan penyelidikan dan pengembangan teknologi bencana geologi. “BPPTKG ini adalah tim intelijen kami. Jadi dalam kebencanaan kita juga butuh intelijen informasi,” ujarnya.
Menurut Doni, hasil dari informasi dari tim BPPTKG, PVMBG dan Badan Geologi kemudian dapat diteruskan ke pihak terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Basarnas, TNI/Polri serta sejumlah instansi terkait termasuk para relawan bencana alam.
Setelah data dan informasi dari BPPTKG didapatkan, maka seluruh komponen tersebut akan fokus ke wilayah yang berpotensi terdampak, sesuai dengan skala prioritas. “Dengan demikian langkah-langkah kita harus mengarah kepada aspek prioritas,” jelas Doni.
Doni menyampaikan bahwa melalui pengolahan data dan informasi yang akurat, pemerintah dapat segera mengambil langkah cepat untuk mitigasi maupun penanganan darurat bencana.
"Mudah-mudahan dengan peralatan yang kita miliki, dapat memberikan data dan predikis-prediksi tentang perkembangan Gunung Merapi yang lebih akurat,” ujar dia.
Setelah berkunjung di kantor BPPTKG, Doni Monardo langsung menuju Pos Pengamatan Gunung Merapi di Balerante, Klaten, Jawa Tengah dan dilanjutkan meninjau lokasi pengungsian di Desa Glagaharjo, Sleman.