Kenikmatan Khas Kopi Lereng Wilis, Binaan BI Kediri
Sejak tiga tahun terakhir ini, budidaya tanaman kopi di Tulungagung Jawa Timur mengalami kemajuan cukup pesat. Produksi kopi jenis robusta dan arabika, khas lereng kaki Gunung Wilis Kecamatan Sendang Tulungagung semakin banyak diminati oleh pecinta kopi. Data yang dihimpun menyebutkan, sekarang ini ada sekitar 26 petani tanaman Kopi di lereng kaki Gunung Wilis Dusun Geger, Kecamatan Sendang Tulungagung yang terus memproduki tanaman kopi.
Dari dulu sejak zaman kolonial Belanda, masyarakat yang tinggal di lereng kaki Gunung Wilis Kecamatan Sendang kebanyakan memang dari dikenal berprofesi sebagai petani kopi. Petani Desa Sendang Kecamatan Sendang Tulunganggung kemudian ikut pameran kopi yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) Kediri.
Menginjak tahun 2016, BI Kediri akhirnya memberikan bantuan dalam bentuk program UMKM kepada petani kopi yang ada di sana.
Kontribusi bantuan yang diberikan oleh BI Kediri beruapa pemberian pupuk, bibit tanaman kopi, mesin pemecah kopi dan mesin rostem
"Awalnya waktu pertama kali hanya dua petani yang saya edukasi. Sekarang bisa terus bertambah hingga 26 petani. Teknisnya dua petani minimal bisa menggarap lahan dua hektar," terang Iwan Kasri Marketing Omah Kopi, Sabtu 26 Oktober 2019.
Omah Kopi ini jugalah yang bertanggungjawab memasarkan produksi kopi binaan BI Kediri. Ditambahkanya, kenikmatan kopi yang ada di setiap daerah selalu memiliki ciri khas dan karakter rasa tersendiri. Khusus kopi robusta Kecamatan Sendang rasanya gurih dan caramel.
"Setiap daerah punya karakter mungkin karena kultur tanah, sinar matahari tidak terlalu banyak. Terus metode tanaman tumpang sarinya, pakai tanaman apa juga berpengaruh," kata dia.
Petani lereng Wilis Kecamatan Sendang Tulungagung memiliki cita-cita untuk mengekspor hasil produki tanaman kopinya tersebut ke luar negeri. Diperkirakan para petani di sana mulai panen raya pada awal tahun 2020 mendatang. Kapasitas hasil produksi panen raya dalam setahun bisa mencapai minimal 2 ton biji kopi.
Untuk sementara ini, mereka masih menjual untuk pasar lokal. Mereka menjualnya dengan food truck. Untuk metode penyajian, biasanya memakai pakai mesin ekspreso dan metode visiti pakai manual kertas saring. Mesin mengatur gramasi dan kadar air.
"Kita kalau ngomong kopi enak, 90 persen yang menentukan itu petani. Jadi kalau ngomong yang nyeduh atau barista itu cuman 10persen saja," ceritanya.
Hasil produksi tanaman kopi robusta dan arabica khas lereng Wilis Kecamatan Sendang bisa didapat di Area Gelanggang Olah Raga Lembu Peteng Tulunganggung. Selepas petani kopi binaan BI Kediri, mereka juga membentuk komunitas food truck Tulungagung. Food truck ini di bawah naungan Omah Kopi yang memasarkan.
Di samping menjual kopi seduhan, food truck Omah Kopi juga melayani pembelian dalam bentuk kopi bubuk. Kopi bubuk jenis robusta dijual per kilogram Rp 90ribu. Sementara jenis kopi Arabika lebih mahal Rp 170ribu per kilogram. Kopi bubuk jenis arabika lebih mahal karena perawatan tanamanya lebih sensitif.
"Kopi jenis arabika mahal, karena perawatanya lebih sensitif daripada robusta. Karena arabika bisa hidup di ketinggian 1200meter di atas permukaan laut (mdpl)," paparnya.